Jumat, 15 Agustus 2014

Volume 3 Chapter 4: Heat Haze Daze II



Kabut Panas Memusingkan II

Di atas kereta yang berguncang, dari luar jendela yang sedikit terbuka, sedikit meniup masuk angin dingin namun dengan suhu yang nyaman.

Memandangi pemandangan dari jendela, bukan lagi sekelompok pegunungan, tapi sekarang penuh sesak dengan objek keras abu-abu seolah mereka adalah bukti kemajuan zaman.

"Yeaaaa… Ini keren."

Aku tidak bisa menahan mulutku untuk berteriak. Yah mulutku tak bisa disalahkan, karena aku tidak pernah memiliki pengalaman liburan musim panas yang menyenangkan seperti ini sebelumnya.

Dunia dibalik desa yang kutinggali, sangat menarik perhatianku lebih dari yang kuduga.

Pemandangan yag hanya bisa kulihat melalui TV, pada sisi lain dari jendela, mereka seperti disusun dengan rapi dalam lemari, terus menyulut rasa ingin tahuku.

Dan hal terpentingnya adalah, keberadaan yang sangat membuat hatiku berdebar-debar, tepat ada di hadapanku.

"Menjijikan. Apa bagusnya pemandangan ini. Ada sesuatu yang salah dengan kepalamu?"

"Eheheh. Bukankah ini menarik? UWAHH! Bangunan itu BESAR SEKALI! Hei Hiyori kau melihatnya?!"

"Ah~ menganggu sekali. Aku sudah pernah melihatnya, tapi sekarang aku sudah muak melihat hal-hal semacam itu."

Di sisi berlawanan kursiku, Hiyori dengan sikap cueknya seperti biasa, dan menatap keluar jendela sepertiku.

Ahh, rasanya aku ingin mengambil foto pada adegan ini.

Sebelum berangkat, aku berlutut dan memoohn untuk meminjam kamera SLR ini dari ayahku.

Aku agak mendengar suara kecil dari bawah kursi berbisik “hei sekarang giliranku 'kan?”, tidak peduli momen seperti apa foto yang ada Hiyori-nya tetaplah sempurna.

"Aku benar-benar menantikannya. Lagipula aku punya BANYAAAK tempat yang ingin aku kunjungi. Jadi! Pertama kita kemana dulu!?"

"Pertama huh….. Bagusnya sih berbelanja di sekitar jalanan, karena pemandangan ini membuatmu bersemangat kurasa dengan itu kau akan puas."

Tanpa melihat ke arahku sama sekali, dan hanya melihat pada pemandangan “membosankan” yang disebutnya, Hiyori dengan santai menyarankannya.

"Itu, itu artinya kita pergi bersama…?"

"Huh? Kenapa aku harus pergi bersamamu? Saat aku tak pergi kau bisa pergi sendirian."

"Ah, em……."

Dan seperti biasa aku tidak bisa menyulut ketertarikan Hiyori, dan percakapan pun berakhir.

Malam setelah Hiyori meneleponku, aku sungguh salah paham kalau kami akhirnya memiliki hubungan yang dekat, hingga hari berikutnya saat di koridor sekolah saat aku menyapanya “Pagi! Cuaca hari ini sangat bagus 'kan!” dan malah diabaikan, dan aku menjadi bahan tertawaan orang-orang, aku akhirnya menyadari sudut pandangku sendiri.

Memang benar, Hiyori tidak menganggapku spesial atau sesuatu, tapi hanya karena alasan “tampaknya aku mudah untuk disuruh”, oleh karena itu ia mengajakku untuk mengajakku berpergian selama liburan musim panas.

Dan hanya karena itu, karena itu sampai sekarang aku tidak pernah punya percakapan dengannya di sekolah lagi. Saat-saat sebelum berangkat hari ini, satu-satunya cara untuk berbicara dengan Hiyori adalah dengan diteleponnya dalam waktu acak.

Tentu saja, untuk mencegah telepon dari Hiyori yang putus-putus, aku mulai untuk terus-menerus duduk pada koridor rumahku dan menunggu.

Bahkan jika ia satu minggu tidak menelepon sama sekali, tapi ada saat di mana ia menelpon dua kali dalam sehari.


Meskipun semua isi percakapan telepon hanya mengenai perjanjian, namun percakapan tersebut terukir kuat dalam otakku, pernah sekali aku menutup mataku aku bahkan bisa mengingatnya semua.

Pertempuran sulit dan keras itu, apakah jika dijelaskan akan menjadi cerita yang panjang, dan juga bisa dibilang kalau ibuku lah yang pertama kali mencemaskanku, namun pada akhirnya ia membuatkanku teh memberiku air dan berkata “pasti sulit untukmu” kata-kata perjuanganku tersebut, bahkan ada yang bisa memahaminya.

Itu benar, untuk membiarkan orangtuaku mengizinkanku pergi, Perlu sangat banyak usaha.

Malam pertama ketika aku memberitahu ayahku “Aku mau pergi ke kota selama liburan musim panas”, aku langusng dikuncikan dari luar rumah, gemetar bersamaan suara lolongan anjing liar, dan terasa sangat menyeramkan. Jadi aku berpikir “Ini tak berguna, aku harus mencari alasan yang bagus”, dan memikirkan“menghadiri kursus pendidikan liburan musim panas” ini alasan yang sungguh bijak, sekali lagi aku mengambil tantangan orangtuaku.

Namun orangtuaku berkata “Kalau mau belajar di rumah saja” dan lagi aku dilempar ke hutan, dan lagi menerima cobaan berat dari musang.

Kemudian aku berpikir keras, mencari banyak informasi dan akhirnya, aku memiliki alasan yang pamungkas, “Satu-satunya di seluruh Jepang, sekolah di mana aku hanya bisa belajar tradisi India yang tak terlalu kuketahui, dan bukunya hanya dijual di sana,  karena itulah aku harus pergi”.

Terakhir kali aku bernegosiasi dengan orangtuaku sampai pukul 3 tengah malam, dan untuk menyakinkan ayahku yang keras kepala, aku bahkan mengatakan “AKU TAK BISA MELIHAT APAPUN SEKARANG SELAIN INDIA” dan “JIKA AYAH INGIN MELARANGKU, AYAH HARUS UNTUK MENGHILANGKAN SELURUH INDIA DULU ” dan setelah semua kata-kata pamungkas kasarku ayahku akhirnya berkata “Salahku karena mendidikmu dengan cara yang salah”, dan AKHIRNYA menyetujuiku pergi ke kota.

Jadi sekarang, aku adalah “seorang anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tidak biasa terhadap tradisi di India yang dia tidak mengerti sama sekali”, dengan status hubungan setengah putus dengan orangtuaku, aku berada di sini sekarang.

Aku sendirilah yang memulai semua ini dengan omong kosong rendahan, tapi yang membuatku terkejut adalah Hiyori.

Namun terlalu memalukan jika aku mengatakan, aku melakukan hal memalukan itu semuanya untuk Hiyori, jadi aku sudah siap akan dipandang rendah olehnya, dan memberitahunya “Sebenarnya sudah sejak lama aku punya ketertarikan untuk mempelajari tradisi India dari masyarakat profesional, jadi orangtuaku menyetujuinya” tapi Hiyori malah berkata “Itu bagus. Aku suka menelitinya juga.” itu jauh dari tanggapan terbaik yang kuharapkan darinya.

Ia benar-benar mempunyai hobi pada hal-hal tak terduga huh. Untuk semua pengorbananku hingga sekarang, kalimat tersebut telah mengubah hidupku dan itu sudah cukup. Tentu saja aku merekam bagian di mana dia berkata “Aku suka”, untuk menyelesaikan proyek “Boneka berbicara Hiyori” -ku yang akan menjaga kamarku selama aku tidak ada.

Tenggelam dalam pikiranku, tanpa tahu kapan, kereta sudah mendekat ke sebuah peron stasiun yang besar.

Stasiunnya sangat ramai, seolah ada event yang diselenggarakan.

"Ah, cepat, kita akan turun di perhentian berikutnya, Hibiya"

"Eh?! Ah, ya!"

Balasku, dan berdiri dari kursiku.

Aku bergegas mengambil koper Hiyori dari bagasi koper di atas kursi, aku menggendong ransel di punggungku yang sangat jelas lebih kecil dibanding koper Hiyori, dan sudah bersiap.

"Baik! Beberapa menit lagi kita turun!"

Kerena mendadak memperlambat kecepatannya, kekuatan kelambanan tiba-tiba datang dari kakiku.

Untuk tidak terjatuh aku berusaha untuk berdiri dengan kuat, tapi ketika kereta berhenti kelambanannya langsung menghilang, dan tubuhku mendadak jatuh ke arah berlawanan.

"Uwahh…"

"Huh, kau ngapain. Cepat, kita turun sekarang"

Hiyori melihatku dan menghela nfefas, kemudian berdiri dengan rapi dan berlari ke pintu.

"U-uwahh sebentar…. tunggu aku!"

Aku bergegas menyeret koper Hiyori, dan berjalan ke pintu.

Momen di saat pintu terbuka hingga aku keluar, dunia yang kulihat adalah keramaian orang-orang yang tak terhitung jumlahnya tercampur bersama-sama, melepaskan tekanan seolah jiku aku terus menahan napas aku akan tercekik mati.

Hiyori dengan santai berjalan masuk ke statsiun, sementara aku berusaha keras untuk mengejarnya.

Bersamaan aku berjalan melewati garis kuning yang kasar di atas lantai menggunakan roda dari koper, aku akhirnya menaiki eskalator, pada saat itu aku bernafas sangat cepat.

"Hei…….. Hiyori. Apakah ada semacam event hari ini……?"

"Hmm~? Gak tuh, kurasa tidak. Jika Festival Musim Panas harusnya masih lama."

Hiyori menjawab sambil mengutak-atik ponsel pada tangannya.

"Eh, eh~ Begitu ya…"

Jadi ini yang disebut dengan ujian berat di kota.

Aku pernah menonton mengenai ini “Kereta Komuter SIBUK” dan aku mengejeknya berpikir “akting mereka sangat berlebihan”, tetapi berdasarkan situasi saat ini tampaknya hal itu benar.

"jangan bilang kalau situasi kereta berikutnya akan seperti ini", memikirkan itu membuatku merinding.

Mungkin karena aku belum terbiasa, bersamaan dengan eksalator yang mendekat ke tanah, hatiku dipenuhi dengan ketegangan yang tidak biasa.

"Turun…. turun sekarang."

Saat aku bersiap turun, aku tidak bisa menemukan waktu yang pas, jadi langkahku akhirny jadi aneh.

"Dasar kampungan"

Hiyori yang turun duluan mengatakannya sambil tertawa, aku merasa malu sampai aku tak bisa mengangkat kepalaku.

Selanjutnya sebelum aku menaikinya dengan Hiyori, aku harus latihan terlebih dahulu.

Saat kami berjalan menuju pemeriksaan tiket, terdapat kerumunan yang lebih ramai dibanding di peron stasiun, aku berpikir jika bergerak menuju bersama keramaian, jalan yang kulalui akan jadi seperti petualangan.

Hiyori masih sepert biasa, ia berjalan makin menjauh dengan cepat tanpa menungguku, tapi, karena aku juga mempunyai tiket, kupikir itu bukan masalah cukup dengan meniru orang lain di depanku dan terus berjalan maju.

Ini pertama kalinya aku melihat pemeriksaan tiket secara otomatis, yang sering ditempati manusia sebelumnya.

Apakah benda tersebut memeriksa tiket dengan benar? aku merasa bahwa mungkin ada satu tau dua orang yang bisa menyelinap lewat.

Saat sudah hampir giliranku, untuk tidak membuat kesalahan aku dengan teliti menyaksikan gerakan tangan dari orang di depanku.

Orang tersebut menarik sesuatu dan memasukannya ke dalam mesin yang berbunyi, dan dengan kalem melewati pemeriksaan tiket.

Stasiun lama di rumahku terdapat seorang paman tua yang memotong tiket satu demi satu, jadi ini memang kota. Meskipun aku masih tidak menerti, ini benar-benar teknologi canggih.

Sekarang giliranku, saat aku memastikan mesin tidak macet, aku memasukkan tiket ke dalam mesin seperti yang dilakukan orang sebelumnya, dan melangkah maju.

Namun, yang terjadi. Seiring dengan suara elektronik “BEEEEEEEEEEEEEEEEEEPPPPPPPPP———————” yang menusuk telinga, papan yang seolah akan mencengkram dan membunuhku tiba-tiba muncul.

"U-UWAHHHHHHH!!!!!!"

Dihadapkan situasi yang benar-benar tak terduga ini aku tidak bisa menahan diri untuk berteriak. Saat aku dalam bahaya aku menoleh ke belakang untuk melihat orang dewasa yang memberikan ekspresi kebingungan, tanpa berkata-kata melihat ke sampingku.

"w-Wah….. HIYORI! T-TOLONG AKU!"

Ketika petugas bergegas mendekat, Hiyori yang sudah berjalan cukup jauh tercengan sambil melihatku, tapi ketika aku memangil namanya ia malah tersipu dan menghela nafas pelan.

"Haha, tenang saja nak. Kau cukup memasukkan tiketmu ke dalam sini."

Berdasarkan apa yang dikatakan petugas itu aku memasukkan tiket ke dalam mesin, dan tensi tinggi dari mesin tadi sekarang hanyalah seperti mimpi, papan tersebut pun berhasil terbuka.

"T-TERIMA KASIH…..!"

Aku merasa lega karena akhirnya bebas, tapi aku tidak bisa berdiri karena kerumunan orang terus melihatku sehingga aku menyelinap menjauh, Hiyori yang menungguku di depan terlihat tidak senang.

"Kau sebenarnya datang untuk membuatku malu…?"

Dihadapkan dengan wajah penuh marah Hiyori dan seolah disertai dengan suara efek petir di belakang, aku sedikit menyesal.

"K-Karena orang sebelumnya….. dia……. AAHHH, MAAF! Aku akan hati-hati selanjutnya…"

Aku mati-matian minta maaf, aku tidak tahu apakah karena marah-marah padaku hanya membuang energi, Hiyori hanya berkata “oke bergembiralah” kemudian melangkah menjauh lagi.

Setelah itu, akankah aku berhasil mencapai tujuanku tanpa ada kecelakaan.

Saat aku ingin untuk mengejar, Hiyori tiba-tiba menoleh ke arahku dan menjulurkan lidahnya, dari sudut pandangku tingkahnya itu seolah ia berkata padaku “Ayo kejar aku.”

Aku pasti akan mengejarmu……!"

Sekali lagi aku memegang pegangan dari koper dengan erat, menuju ke Hiyori yang hampir menghilang dalam kerumunan, dan berjalan cepat.

.

.

*

.

.

Di bawah terik panas matahari, dikelilingi oleh sinar panas yang datang dari segala arah yang belum pernah kualami sebelumnya, sampai saat ini bar nyawaku hampir mendekati 0, kami akhirnya sampai di depan rumah kecil berbata merah

"Kita sampai…? Kita AKHIRNYA SAMPAI…….?!"

"Tentu saja kita sampai. Kau bodoh?"

Setelah melewati pemeriksaan tiket, aku malah terjepit oleh kerumunan yang luar biasa banyak di kereta bawah tanah yang sempit, dan akhirnya saat aku sampai di jalan raya, aku terkecoh oleh arus kendaraan, maunya untuk menyebrangi jalanan tapi aku mengerti arti dari sinyal terang lampu lalu lintas, itu sangat memalukan.

Dan juga sinar matahari ini.

Panasnya benar-benar sangat menyakitkan yang tidak bisa kubayangkan saat aku ada di desa, yang mengurangi lifepoint-ku dalam kecepatan yang luar biasa.

"Aku……….. agak membenci kota."

"Oh. Tapi karena kau sudah di sini mau tak mau kau harus bertahan"

Hiyori yang berteduh di bawah payung yang lucu tanpa keringat setetespun, berkata dengan wajah datar yang sempurna.

Jadi ini adalah cobaan berat dari kota huh….. Kalimat ini telah muncul empat atau lima kali dalam otakku hari ini kemudian muncul lagi.

Namun, karena aku telah bertekad untuk hidup bahagia di kota bersama Hiyori, bagaimana bisa Hiyori melihatku hanya karena aku telah berkata patah semangat, jika aku menyerah sekarang aku takut tidak bisa kembali hidup-hidup.

Benar, lupakan pikiran negatif tersebut. Dari saat ketika pintu besar ini terbuka kehidupan bersama kami yang tak terlupakan akan dimulai.

Itu benar, dalam 2 minggu nantinya, jika aku masih tidak bisa membuat Hiyori menganggapku, tidak akan ada kesempatan kedua lagi untukku.

Bukan hanya itu, umur panjangku yang tersisa akan dihabiskan untuk eksplorasi tradisi India yang tidak berguna.

Aku sungguh harus menghindarinya.

Aku harus menggunakan semua ideku untuk mendapatkan hatinya selama di berada di sini, di masa depan ia akan menjadi istriku, kemudian kami akan hidup di India bersama sebagai biarawan.

Hanya itu saja.

"Uhm~ Permisi~"

Sementara aku sedang tenggelam dalam imajinasiku, Hiyori mulai untuk menekan bel tanpa mempedulikan apapun.

"Tidak, kau tidak perlu untuk menekannya berkali-kali…….."

"Eh? Itu karena tak ada yang datang membukan pintu. Gak ada pilihan lain 'kan. Ha~looo!"

Dengan keras kepala terus menekan bel pintu tanpa henti, ia sungguh terlihat seperti seorang Yakuza yang datang untuk menagih hutang.

Jika seorang Yakuza kecil dan imut seperti ini datang untuk menagih hutangku, aku sungguh ingin ia untuk mengambil rumahku. Kemudian, jika bisa aku akan senang untuk ia mengambilku juga.

"Hei, hei Hiyori, mungkin dia sedang pergi?"

"Gak mungkin. Beda denganmu, dia tidak akan mengacaukan waktu yang kita sepakati."

"Tidak, bukan itu maksudku………"

Hiyori mengabaikan nasehatku dan terus menekan bel dengan geram, lalu pada saat itu bunyi kunci dibuka terdengar.

"Ah. Aku tahu dia di dalam. Oh iya sudah agak lama aku tak pernah bertemu kakak iparku"

"U-uwahh….. Aku tiba-tiba merasa gugup"

Lagipula ini akan menjadi pertama kalinya aku bertemu dengan calon kakak iparku di masa depan.

Dan tentu saja hatiku mulai berdebar kencang. Aku harus untuk terlihat seperti anak baik sebisa mungkin.

Aku menegakkan tubuhku, dan menekan kakiku sambil menunggu pintu terbuka sekitaran 30 detik.

Aku masih bisa mendengar suara kunci dibuka dari pintu, tapi pintu nampaknya tidak kunjung terbuka sama sekali.

"……………….Ada apa sih"

Kekuatan dari tubuhku perlahan mencapai batas, sebagai hasilnya karena efek samping tubuhku mulai untuk gemetaran.

Tidak tahu karena kekuatanku meresap sampai ke wajahku atau tidak, saat Hiyori yang berdiri di sampingku melihatku ia memberikan tatapan terkejut seolah ia mau berkata “uwahh…..”, aku melihatnya dari ujung mataku.

Sabar, sabarlah. Jangan memberi kakak ipar sebuah kesan buruk. HARUS TETAP KEREN SAAT MENEMUINYA.

"Ka-cha" saat suara itu terdengar, pintu perlahan terbuka.

"Huh. Entah apa yang terjadi tapi pintu akhirnya terbuka. Serius deh kakak ipar ada apa denganmu
……….."

Di balik pintu terbuka, terdapat seorang pemuda berambut putih dengan penuh keringat di dahinya seolah ia telah menemukan sesuatu, ia terlihat bahagia.

Dia terlihat lebih muda daripada yang kudengar.

Seingatku bahwa perbedaan usia antara Hiyori dan kakaknya itu cukup jauh. Kalau begitu, jika orang yang di depan ini adalah kakak iparnya itu berarti mereka menikah di usia yang cukup jauh.

"M-Maaf. Aku tak tahu cara membuka kunci….."

Tidak tahu cara membuka kunci? Apa sih? Apakah itu sesuatu yang orang telah lama tinggal di sini akan katakan.

Pertanyaan mulai bermunculan di otakku satu demi satu. Tidak, tunggu. Berhenti memikirkannya.

Bagaimana jika ia benar-benar kakak ipar Hiyori?

Jika aku bersikap kasar terhadapnya mungkin akan mempengaruhi masa depanku.

"K-Kakak iparmu benar-benad muda, Hiyori….."

Aku tersenyum dan melihat Hiyori, tapi aku lihat Hiyori membuat wajah yang aku tidak pernah lihat sebelumnya.

Matanya bersinar seperti permata kecil, dan pipinya berwarna merah seperti telah diwarna oleh pigmen buah prem.

"KEREN BANGET……"

Apa yang dikatakan Hiyori dan tatapannya itu, sudah jelas ditujukan untuk pemuda berambut putih itu.

"k-kkkkeeeNAPAAA HIYORI?! EH? MENGATAKAN DIA KEREN?! T-TAPI DIA KAKAK IPARMU 'KAN?!!!"

Menghadapi pertanyaanku, ia menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.

"Bukan. Pertama kalinya aku melihatnya. BAGUS SEKALI……….."

PA-CHA, aku mendengar suara keramik jatuh dan pecah, terpecah menjadi potongan-potongan. Sudah lama aku tidak bertemu dengan penggemar Asahina yang dikubur oleh tangan Hiyori sendiri, setelah sekian lama mereka sekali lagi turun dari langit dengan telanjang dan ingin membawakupergi. Apa sih masalahnya sekarang.

Ini jelas rumah kakak Hiyori.

Tapi kenapa, ada seseorang yang Hiyori tidak pernah temui di rumah ini sebelumnya? Tidak, pemuda ini sangat terlihat mencurigakan.

Atau kukatakan ia memang MENCURIGAKAN.

Lagipula jika aku tidak cepat menyingkirkannya dari depan Hiyori……!

"K-Kubilang siapa kau! Ini rumah kakak ipar Hiyori 'kan?! Kenapa kau di sini?!"

Memberikan pertanyaan kasar, pemuda tersebut hanya memberikan wajah bingung.

Tubuh tinggi dan ganteng, semakin aku melihatnya aku akan semakin jengkel.

"Eh? Hiyori itu…….. ah, pak guru pernah menyebutnya."

Pemuda itu membuat tampang mengerti, dan berjalan ke arah Hiyori dari pintu masuk tanpa mengenakan sepatu.

"Senang bertemu denganmu. Namaku….. uhm, kupikir... Konoha ya."

"Ehhhh….. oh, bagaimana ini…..! Ah, senang bertemu kamu! Aku Hiyori Asahina, pak guru…….. kau ini murid dari kakak iparku?"

"Eh? Hmmmermm…… sebut saja begitu"

"Aku tahu! Jadi kau sudah di rumah dan memantau pintu selama ini? Sepertinya kakak ipar sangat sibuk………"

"Ya, karena sudah di sini ayo masuk"

Tidak, tunggu. Mengapa situasi berubah menjadi bahagia begitu cepat. Setelah berbicara dengan pria bernama Konoha, seolah-olah dia telah bertemu pangeran yang menawan, wajah Hiyori sekali lagi bersinar

Dan cemas bahwa dari dalam matanya, aku bahkan tidak akan ada lagi.

gutsugutsu, hatiku mendidih karena marah dan suara mendidih bergema di kepalaku.

"S-Sebentar Hiyori. Tidakkah dia mencurigakan~……. Kurasa segala yang dia katakan hanya akal-akalan….."

"Huh??!! Kau ngomong apa??!! Untuk apa cowok ganteng sepertinya berbohong pada kita?! Kau bodoh ya?!!"

"Eeekk…!"

Setiap perkataan dari Hiyori menusuk hatiku dalam-dalam. Aku sungguh dikalahkan oleh teori tidak masuk akalnya.

Setelah serangan menekan itu, teori lamaku untuk mempertahankan diri menjadi sia-sia, tidak ada yang bisa berguna tetapi hanya menyusut menjadi debu.

"Hei, Konoha. Abaikan anak ini, ayo masuk oke?"

"Eh? Tidak, aku juga diberi tahu untuk menyambutnya juga."

Saat pemuda itu berbicara lagi, kali ini ia berjalan ke arahku.

"Uhm Aku Konoha. salam kenal?"

"……….Aku Hibiya Amamiya. Salam kenal……!!"

Aku berusaha keras untuk menahan apir kemarahanku karena cemburu dari dadaku, dan menggunakan semua usahaku untuk mengatakan dua kalimat dasar itu.

"Wow~ itu bagus Hibiya. Dia menyambutmu dengan cara yang bersahabat! Jadi, ayo masuk oke? Yuk Konoha!"

"Ah, ya"

Tanpa berpura-pura, aku memelototi Konoha yang punggungnya didorong oleh Hiyori dan berjalan ke dalam rumah.

ada apa dengan orang ini?

Menyebut kakak ipar Hiyori sebagai “pak guru”, juga diberitahu untuk menyambut kami di rumah, kukira dia adalah seorang pelajar atau semacamnya.

Tidak, bahkan jika hanya itu

Sekarang yang penting adalah untuk menyingkirkannya dari rumah secepat mungkin, kemudian mencari cara untuk membuat mata Hiyori melihatku lagi.

Aku memberikan jari tengahku ke arah fans gila Asahina yang menggodaku di udara, kemudian aku masuk ke dalam rumah, dan membanting pintu menggunakan tanganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar