Sabtu, 16 Agustus 2014

Volume 3 Chapter 5: Children Records II




Rekaman Anak-Anak II


Ruangan dipenuhi suara gema centang dari jam.

Sudah hampir pukul 9 malam.

Lampu yang tergantung di penjuru langit-langit ruangan, menciptakan ruang yang sempurna untuk ditinggali karena tidak terlalu terang.

Di dapur terdapa tKido yang dengan cekatan mencuci alat makan bekas 6 orang. Sebuah gunungan alat makan ditumpuk rapi di lemari.

Dari kursi seberangku di mana meja ditempatkan di antaranya, Konoha yang baru saja menyelesaikan makannya sedang bertarung dengan kelopak matanya menahan ngantuk karena ia ingin tidur, ia bahkan berkata “jangan jangan” dan lanjut bertarung untuk membuka matanya.

"nnnnyyaa…… kenyaaang……… ah, gak bisa makan lagyiii………"

Sementara di samping kiriku, ada adik perempuanku yang menyedihkan meneteskan air liur sambil terlelap tidur dengan raut wajah bahagia.

…………. tunggu dulu. kita sedang ngapain sih. emangnya mereka anak-anak. atau Kido yang terlihat sangat seperti “ibu”.

Sejujurnya, sejak kapan ini terasa menjadi seperti menginap di rumah teman?

Pagi ini aku bahkan mengerutkan kening dan berkata  “Siapa mereka ini? Sangat mencurigakan” pada orang-orang 

Mekakushi-Dan, tapi setelah hanya sehari aku sudah bisa dekat dengan mereka.

Bahkan aku yang telah lama tidak berbicara pada orang lain, bisa jadi dekat dengan mereka begitu mudah, mereka 

ini benar-benar kategori orang ramah.

"Dia bahkan makan dalam mimpinya wow adik kecil banget…… tapi dia langsung tertidur hanya setelah makan, apa artinya ini Master?" 

"Abaikan saja dia. Aku pikir dia akan menjadi seperti sapi?"

Mungkin karena ia sangat lelah, setelah menyelesaikan makannya Momo langsung tertidur hanya dalam beberapa menit.

"Dia sangat marah saat disebut gendut, ada apa dengan anak ini………"

Kupikir ia sendiri telah melupakannya. Sudah lama sejak saat ia menyadarinya dan berkata “Aku bahkan belum menikah Kakak terlalu melebih-lebihkan…….” masih saja tidak berguna.

"Ah, tidak seburuk itu kok. Mungkin dia sangat lelah. Hei Kisaragi, bangun. Kalau mau tidur masuklah ke kamarku."

Setelah mencuci alat makan Kido melepas apronnya yang bertuliskan “技” di depannya yang memberikan sebuah kesan tukang kayu, dan berjalan menuju Momo.

Dia dengan lembut menepuk wajah Momo, tapi Momo hanya berkata “Ehh~, sepertinya aku masih bisa makan…….”, dan melanjutkan pesta bahagia dalam mimpinya.

"Ah~ maaf. Saat anak ini tertidur dia takkan pernah bangun lagi hingga esok hari. Cukup abaikan ia tak apa-apa kok."

"Namun itu tidak baik. Tidak ada pilihan lagi aku harus menggendongnya…. Hmm!?"

Ketika Kido mencoba menggendong Momo, ekspresinya sedikit berubah seolah ia menyadari sesuatu yang tidak terduga.

"M-Mengejutkan…… Kisaragi berat…….!"

Kido mencoba untuk menggendong Momo, tapi dibandingkan bagaimana ia bisa dengan mudah menggendong Hibiya, nafasnya menjadi terengah-engah.

Ngomong-ngomong pernah sekali aku membaca profil Momo yang di upload pada idol dictionary, tertulis “beratnya” yang membuatku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

Terlihat bagaimana Kido bersusah payah menggendong Momo dan melangkah maju, kali ini Konoha malah Konoha yang mendengkur di sofa.

Pemuda ini sedikit tidak bisa dipercaya. Dengan tampang tanpa ekspresinya, benar-benar sulit untuk memahami apa yang dipikirkannya.

Dia sekarang berada di rumah seseorang yang dia baru temui pertama kalinya namun ia tidak berhati-hati, dan malah tidur nyenyak seperti itu.

………………….. hampir seperti anak kecil yang akan tumbuh besar.

Dari perilaku Hibiya, mereka berdua nampaknya terlibat dalam suatu “peristiwa” rumit.

Tidak, bukan hanya mereka, Ene juga, Mekakushidan juga,  mempunyai sesuatu yang terjadi pada mereka dan sulit dijelaskan.

Aku agak lupa tentang itu, tapi ketika aku melihat wajah Ene tadi aku jadi teringat, gadis ini juga mungkin memiliki sesuatu yang terjadi di masa lalunya. Bahkan sampai menyembunyikan identitas aslinya seperti itu, dia sangat luar biasa.

"Tepat dia mendatangiku, apa yang terjadi sih pada gadis ini" Bukannya aku tidak pernah mempedulikan hal-hal seperti itu, tapi bahkan jika aku menanyainya, dia akan langsung mengalihkan topik pembicaraan.

Tiba-tiba, ketika aku perlahan-lahan melihat layar ponselku, Ene yang tidak bisa mengetahui pikiranku, dengan semangat menyiapkan selimut.

"………………………Kau sedang ngapain?" 

"Eh? apa Aku hanya siap-siap untuk tidur"

"Ah, aahh begitu ya"

Aku ingat Ene pernah membual mengatakan “Aku sangat bertenaga jadi tidak ada masalah bahkan jika aku tidak tidur sama sekali!”…………………

Baik, jika aku menghinanya itu akan merepotkan, lebih baik tidak menghiraukannya saja.

"Huu, maaf membuatmu menunggu."

Bersamaan dengan suara pintu tertutup, Kido berbicara sambil memutar-mutar bahunya.

"Ngomong-ngomong, akan lebih baik jika dia mengurangi sedikit selera makannya."

"Haha, maaf ya. Karena telah merepotkan kalian satu hari ini."

"Tidak, itu semua karena kami. Jangan dipikirkan. tapi hari………… banyak sekali hal yang terjadi."

Kido bergumam saat dia terlihat terkejut, dan duduk di atas bersebrangan denganku.

Untuk saat ini yang masih terbangun hanyalah aku, Kido dan Ene. Konoha yang baru saja tertidur, berbaring di sofa samping Kido, dengan kedua tangannya terentang.

"Arara, sepertinya Tuan Palsu sudah tertidur~ nyenyaknya."

Ene menyelinap masuk ke selimutnya, dengan hanya wajahnya yang tak tertutup, dan bergumam sambil melirik ke wajah Konoha.

"Apa itu ‘Tuan Palsu’?"

"Erm. Itu panggilan untuk pemuda itu. Namanya akan mudah untuk disalah sebut jadi aku memutuskan untuk memanggilnya begitu."

"Ah, tentang dia terlihat sama seperti temanmu. Ngomong-ngomong temanmu itu sebenarnya………."

Ketika pertanyaanku hampir mengalir keluar semua, tiba-tiba Ene menatapku dengan tajam.

"A-Apa sih….. Ah~ Aku tahu aku tahu. Selama aku tak menanyainya 'kan……?"

Saat aku mengatakannya, Ene memberikan senyum puas.

"Baguslah Master mengerti. Hei, yang bingung di sini adalah aku. Tapi aku akan menjelaskannya pada Master lain kali, oke."

Dan kali ini ia terlihat sedikit sedih.

Dia benar-benar memutarbalikkan pembicaraan seperti biasa, tapi mendengar sesuatu seperti “Aku akan memberitahumu lain kali” darinya, kurasa itu adalah untuk pertama kalinya. 

Tidak tunggu, kalau Ene sih. Mungkin ia berkata begitu cuma untuk kesenangannya.

"Yah, setiap orang memiliki masalahnya sendiri. Hei, aku berpikir jika aku harus menanyainya juga jadi aku membawanya ke sini………"

Kido menatap ke sampingnya, Konoha yang benar-benar tidur terlelap. Bagaimana dengan semua perjuangannya berusaha untuk tidak tidur. Itu adalah kegagalan tidak peduli apa. 
“Haa….” Bersamaan dengan helaan nafas Kido, 

Konoha akhirnya terjatuh dari sofa ke lantai.

"Mau bagaimana lagi. Yah lagipula sebenarnya kita tak bisa melakukan apapun untuk sekarang"

Kido dengan berat bersandar di sofa, meletakkan tangannya di atas sofa, dan menyilangkan kakinya.

"Besok…… huh. Anak itu bagaimana keadaannya."

"Hmm? Ah. Maksudmu Hibiya 'kan. Yang muncul pada matanya, aku khawatir itu adalah gejala dari "kekuatan" seperti kami"

Kido berkat sambil melihat ke langit-langit.

Rupanya Hibiya tak pernah bangun, dan nampaknya dia tidak dalam kondisi yang tidak stabil, Seto yang telah memahami situasi menawarkan diri untuk menjaganya hanya untuk jaga-jaga. Itulah situasi saat ini.

"Begitu ya…… yah, karena Seto yang merawatnya, tak ada yang perlu dikhawatirkan."

Aku tanpa sadar menatap salah satu bohlam lampur di langit-langit saat aku mengatakannya, kemudian Kido tertawa pelan.

"Tidak tidak, dia itu memang bisa diandalkan, tapi dia juga mempunyai titik kelemahan. Mungkin dia sudah tertidur sekarang."

Saat pertama kali aku bertemu Seto, ia memberiku sebuah kesan “bisa diandalkan,” tapi ada juga seseorang seperti 

Kido yang telah mengenalnya lebih lama dan lebih tahu tentunya.

Aku tidak bisa salahkan, aku baru bertemu dengannya pagi ini, jadi tidak mungkin aku bisa mengenalnya dengan baik.
.

"Hei, kalian semua itu…….."

"Hmm? apa."

Kido memberikan tampang bigung, dan melihat ke arahku yang menghentikan setengah kalimatku. Apakah bukan masalah untuk menanyai sesuatu seperti ini. Tidak ada cara kembali jika aku menanyainya, aku mulai merasa mengantuk, yang membuat mulutku perlahan terbuka.

"Mata kalian berempat…….. Sejujurnya, aku tak tahu apakah aku bisa menanyai ini tapi, itu sesuatu yang tak biasa bukan. Sama seperti kondisi Momo. Dia bilang tak mengingat sejak kapan dia menjadi seperti itu, tapi aku sungguh tak berpikir ini tak ada berhubungannya dengan kalian semua."

Menghadapi pertanyaan terus terangku, Kido masih terlihat bingung saat mendengarkannya, tapi setelah aku selesai berkata, dia memberikan senyum hangat. 

"…….. Seharusnya aku menjelaskannya padamu, sebelum pemuda ini. Maaf."

Kido membungkukkan tubuhnya ke depan, dan menyilangkan jari-jari kedua tangannya di antara kedua lututnya.

"Eh, tidak. Tak apa-aa. Kurasa aku hanya khawatir tentang hal itu…"

Wajahku tiba-tiba memerah dan mengalihkan pandanganku.

"Tidak, aku harus menjelaskannya padamu juga……. itu saja, seperti apa yang kau katakan itu bukan pembicaraan yang umum, bukan sesuatu yang kau bebas untuk membahasnya. Karena kekuatan ini kami bahkan diperlakukan kejam. Oleh karena itu, untuk melindungi diri kami sendiri, kami tidak bisa langsung mengatakannya."

Saat aku mendengar yang dikatakan Kido aku mengangkat kepalaku.

Ia tidak terlihat sedih, tidak ada kegelapan pada matanya, seolah-olah ada kesadaran yang kuat di dalamnya.

"I-Itu juga benar. Juga sesuatu yang aku tak tahu. Itu juga….. ya."

Itu benar. Setelah mengetahui tentang masalah mereka, apa yang bisa kulakukan. Memang benar, itulah alasan 

mengapa aku menghentikan pertanyaanku di tengah-tengah.

Kenapa aku tertarik untuk mendengarnya?

Bahkan apa yang bisa kulakukan?

“Insiden” tersebut di mana Hibiya terlibat, menurutnya mungkin telah menyebabkan kematian.

Mungkin bahkan polisi tidak bisa menyelesaikannya.

Hibiya akan membangkitkan kekuatanya seperti Kido dan lainnya, sementara Kido dan lainnya akan melindungi 

kekuatannya dan menolongnya.

Apa lagi yang bisa kulakukan?

Tidak apakah menanyai hal ini?

Jika aku tidak menanyakan apapun sekarang, besok pagi aku akan kembali ke rumah seolah tidak ada yang terjadi, 

dan hanya kembali ke kehidupan biasaku, mungkin aku akan diberi pilihan seperti itu.

Itu benar, ini tidak ada hubungannya denganku. Aku……….

"MENCOBA UNTUK MELARIKAN DIRI LAGI?" 


Saat itu, aku merasa merinding. Hatiku perih seolah-olah itu dicengkram oleh sesuatu, dan dahiku perlahan 

mengalirkan keringat dingin.





"Shintaro? Oi, kau tak apa. Kau tak terlihat sehat…….."

"Ah, ahh. tidak bukan apa-apa. Aku baik-baik saja. Maaf."

"…… Begitu. Mungkin kau juga lelah. Kita lanjutkan saaj besok oke?"

Besok, akankah aku masih di sini besok. Bahkan Ene mengatakan “Ayo pulang” sebelumnya. Mungkin tidak, tapi ia 

mungkin mengkhawatirkanku.

Namun, tidak…………….

"……….. tidak, sedikit saja juga tak apa, beritahu aku."

Jika aku kembali ke kama itu lagi, apa yang bisa kulakukan.

Mungkin, karena aku tidak mau untuk meninggalkan mereka. Mungkin aku takut untuk sendirian lagi.

"Aku mengerti. Aku akan menjelaskan. Bagaimana aku mendapatkan kekuatan ini."

Kido, seolah mengerti sesuatu, dan tersenyum lagi, dan mengedipkan matanya, dan merubahnya menjadi merah.

"Kekuatan mata menyembunyikan….. itu yang Kano sebut, pada dasarnya untuk mengurangi hawa keberadaan 

diriku pada sekitar lingkunganku."

Sambil berkata, Kido mengambil majalah dari sisi meja. Kido menyerahkannya ke arahku, dan majalah mulai 

menjadi transparan dari sisinya, dan akhirnya menghilang tanpa jejak sedikitpun.

Saat aku menatapnya, sekali lagi aku mengerti bahwa itu adalah kekuatan yang luar biasa. Masuk akal kalau Kido 

tidak bisa langsung mengatakannya.

Kekuatan ini, jika diketahui oleh publik, pasti akan membuat media sibuk selama berhari-hari. Akhirnya dia akan 

dibawa ke berbagai pusat penelitian atau semacamnya, dan mungkin mungkin akan berakhir buruk.

"Sebelum mendapatkan ‘ini’, aku mempunyai orang tua, tapi aku tak punya hubungan darah dengan ibuku. Ayahku 

adalah orang yang kejam. Karena dia seorang playboy dan membuat perusahaannya bangkrut. Bahkan sebelum mati 

dia membakar seluruh rumah."

"A-Apa………"

Sunguh mengejutkan untuk mendengar masa lalu Kido dalam waktu hanya beberapa detik. Namun Kido tidak 

tampak seperti dia sedih karena kenangan ini, ia hanya seperti “yeah itu sudah terjadi”, berkata sangat santai seolah 

ia hanya sedang membicarakan kenangan masa SD-nya.

"Hahah. Cerita yang menyedihkan yah? Namun, tapi pembicaraan utamanya akan dimulai."

"Oh, oh………"

"Saat ayahku menyalakan api, keluargaku dan aku semuanya berada dalam rumah. Akhirnya aku dan kakakku tak 

bisa melarikan diri dari rumah."

"I-Itu akan menyebabkan kematian……"

Jujur aku sedikit takut ketika aku mendengarkannya, Kido agak menyadariku, dan dia membuat seringai jahat dan terus berbicara.


"Ahh, tentu saja aku mati. Sedikit demi sedikit aku tak bisa bernafas, bahkan tubuhku sudah terbakar."

"EEK…………….."

"Dan kemudian, saat aku melihatnya. Dinding berputar dan terbelah kemudian muncul SEPERTI SEBUAH MULUT 

BESAR DENGAN GIGI TAJAM TERBUKA DENGAN LEBAR!!"

"UWAAAHH!!!"

Kido dengan gembira berceritaseolah-olah dia menceritakan kisah horor yang berharga.

Dan mungkin itu adalah timing yang tepat, ia sukses membuatku ketakutan.

Dibuat ketakutan oleh orang yang pingsan dengan memalukan di rumah berhantu hari ini, membuatku merasa 

bahwa diriku sangat menyedihkan.

Namun, setelah membuat penasaran lagi Kido tidak melanjutkan ceritanya, dia hanya melipat tangannya dan 

membuat terlihat senang, seolah-olah dia bertanya bagaimana ceritanya.

"t-terus?"

Aku akhirnya bertanya, Kido tetap berpose, dan menjawab dengan senang hati.

"Hmm? Selesai." 

"HUH?"

Seolah aku telah dikerjai, aku menutup mulutku karena tidak bisa berkata apapun.

Menurut cerita, Kido harusnya sudah terbakar di sekujur tubuhnya, setelah itu dia hampir saja dimakan oleh 

makhluk besar misterius, tapi gadis ini sekarang tidak terlihat seperti dia habis ditelan, aku bahkan tidak bisa 

menemukan hubungan ceritanya dengan bagaimana dia mendapatkan kekuatannya.

"T-TERUS BAGAIMANA DENGAN KEKUATAN ITU?!"

"Ahh, aku mendapatkannya setelah aku terbangun dari puing-puing rumahku. Entah kenapa luka bakar yang 

kumiliki menghilang, sungguh tak bisa dipercaya."

"T-Terus bagaimana dengan mulut besar itu."

"Aku hanya melihatnya, ingatanku setelah itu benar-benar hilang. Mungkin aku memang tertelan, satu-satunya 

yang selamat hanyalah aku, tentang bagaimana itu terjadi, aku juga tak tahu."

Kido mengangkat tangannya dan membuat gerakan yang mengatakan “aku tak tahu soal itu.”

Pada akhirnya meskipun aku telah mendengarkan seluruh ceritanya, dia sendiri juga memiliki banyak hal yang dia tidak bisa mengerti, dan misteri ini baru saja bertambah lebih rumit.



"Begitu ya…… Mengejutkan kau tak tahu"

"Ahh.Tentu saja, aku berencana untuk menyelidik segalanya yang bisa diselidiki……. sekarang sedang dalam proses. 

Sebelumnya aku juga coba untuk menjelaskannya pada polisi, tapi akhirnya mereka tak mempedulikannya."

Tentu, jika cerita ini segera diberitahu, bukan hanya tidak ada yang akan percaya, bahkan akan menjadi lebih bermasalah.

Begitu ya, jika insiden Hibiya ini mirip dengan Kido dan yang lainnya, berarti itu benar-benar bukan ide yang baik untuk memberitahu polisi tentang hal ini. Kido membawanya ke sini, berkata bahwa dia akan membantunya, karena 

Hibiya mirip dengan dirinya yang dulu di masa lalu.

"Tak bisa membuat polisi percaya". Itu benar, itu adalah sesuatu yang tidak bisa dipercaya begitu saja.

Pokoknya bagian yang paling aneh dalam percakapan ini, mungkin adalah “mulu besar” yang menelan Kido. Selain karena cerita itu benar-benar menyedihkan, tapi itu bukan sesuatu yang akan terjadi dalam kenyataan. Itulah satu-satunya hal yang berhubungan dengan pemuda “bersifat abnormal” ini.

"Bagaimana yang lainnya? Apakah Kano dan Seto juga tertelan oleh ‘mulut besar’?"

"Kano bilang ‘aku melihat hal yang sama juga’, tapi dia kehilangan ingatannya setelah itu sepertiku. Adapun Seto ia 

mendapat kekuataannya setelah ia tenggelam di sungai, jadi dia tak yakin apakah dia melihatnya atau tidak."

Ketika Kido berkata “tenggelam”, aku tiba-tiba teringat kenangan masa kecilku yang seperti terhalang kabut. Itu adalah memori yang aku hanya bisa ingat kadang-kadang, tapi setelah mendengarkan Kido, ingatan yang telah menutup suasana menakutkan ini berbeda dari sebelumnya.

"……… Momo menjadi seperti ini, mungkin setelah ia tenggelam di laut."

"Maksudmu Kisaragi?"

"Ahh, itu benar…… tapi kuharap kau tak menyebutkan ini depannya. Pada saat itu……. bahkan Ayahku yang mencoba untuk menolongnya……."

Waktu itu, Ayah yang mencoba untuk menolong Momo. Namun saat Ayah berenang menuju Momo, keduanya 

ditelan ombak, dilihat oleh banyak orang. 

Saat itu aku mendapat kabar dari Ibu ketika aku masih di sekolah, dan setelah semua kerja keras yang berusaha 

untuk menemukan mereka, Ayah tak bisa ditemukan, di hari kedua, Momo ditemukan di pantai, dan dalam keadaan 

selamat.

"Begitu…….. Aku paham. Ini pasti sesuatu yang lebih baik tak disebutkan di depan Kisaragi."

"Terima kasih. Itu saja, aku bisa memikirkan sesuatu setelah mendengarkan ceritamu."

Memang benar, dibagian di mana Momo tenggelam, ada sesuatu yang mirip dengan cerita Kido.

Momo ditemukan keesokan harinya. Bisa dikatakan kalau Momo berada di dalam laut sepanjang waktu itu..

Jika dipikirkan, akankah manusia bisa bertahan pada situasi seperti itu?

Enggak, itu mustahil. Layaknya kejaiban jika itu mungkin, tapi untuk ini, menggunakan kalimat keajaiban sebagai 

penjelasan sama sekali tidak ada artinya.

Mengapa beigut, itu karena jika kita mempertimbangkan “mulut besar” yang Kido katakan, maka segala sesuatu 

tampaknya cukup jelas.

Saat di mana Kido terbakar, saat di mana Momo tenggelam kehabisan nafas , mereka berdua pasti tertelan oleh 

“mulut besar.” Jika selama itu, mereka berdua terjebak di dalamnya, sampai sebelum mereka ditemukan maka 

hanya mereka yang dimuntahkan keluar dari itu.

Memang hipotesis ini aneh, tapi tidakkah ”kekuatan mata” Kido dan Momo adalah bukti terbaik untuk membuktikan 

hipotesis ini.

"Kekuatan mata kalian itu’, jika itu kalian dapatkan karena telah melihat "mulut besar," mungkin Momo juga telah 

ditelan oleh itu…… tidak, meskipun ini hipotesis yang aneh."

Ini adalah hiptesis yang aneh, tapi bahkan logika pun tidak akan berguna untuk memecahkan masalah “kekuatan 

mata” mereka.

Kesimpulan dari cerita-cerita yang terjadi pada mereka, aku hanya bisa memikirkan bahwa kunci dari masalah ini 

adalah “mulut besar” itu.

Keberadaan luar biasa yang merupakan sumber dari kekuatan-kekuatan luar biasa…….. 

"Mhmm, kami juga berkesimpulang begitu, tapi dengan menambahkan hal yang terjadi pada Momo, alasan 

bangkitnya kekuatan ini tak diragukan lagi karena "itu". Terlebih lagi Kano mengatakan bahwa dia melihat hal yang 

sama, untuk sekarang…… seperti itu. Hanya saja……….."

"Hanya saja?"

Seolah ia sedang memikirkan sesuatu, Kido meletakkan tangannya di bibirnya.

Sama seperti memecahkan puzzle pada jam, matanya agak menatap kemeja.

"Hanya saja ini membuat kami frustrasi. Sama seperti Momo, kami semua hampir mati bersama dengan 

"seseorang". kudengar kalau Kano bersama dengan ibunya, dan Seto bersama temannya dan menjadi seperti ini."

Kido mengatakannya sementara menatap meja seolah-olah dia masih memikirkan tentang sesuatu.

"Namun, satu-satunya yang selamat hanyalah kami. Orang yang bersama kami mungkin saja telah "menghilang" 

entah bagaimana."

Setelah mendengar Kido, aku menyadari sesuatu yang penting.

"Hei, saat rumahmu terbakar, apakah tubuh keluargamu ditemukan?"

"Ahh, mereka ditemukan. Hanya saja cuma ayah dan ibuku….. Namun, tubuh kakakku tak ditemukan. Satu-satunya yang ditemukan selamat dalam tumpukan tiang dan reruntuhan hanya aku." 

"Itu artinya…………"

Dua kejadian yang sama. Kekuatan pada mata. “Mulut besar”.

Dan menurut apa yang dikatakan Hibiya “Ada seorang gadis yang mungkin sudah mati, aku harus menolongnya”, secara bertahap kesimpulan keluar dari pikiranku.

"Kalian semua, telah ditelan oleh ‘sesuatu’ bersama dengan seseorang, kemudian hanya kalian sendiri yang mendapatkan kekuatan dan kembali……..?"

Kido segera melanjutkan seolah-olah dia sedang berusaha untuk memahami kata-kataku.

"Dan mereka yang bersama kami juga tertelan dan tak ditemukan hingga sekarang. Jika begitu, itu artinya mereka masih tertelan di dalam sana."

Kebenaran aneh yang tidak terduga ini mungkin hanya sebuah kebetulan, tapi kesimpulannya masuk akal. Kekuatan 

Momo, menghilangnya Ayahku, “kebenaran” yang belum terungkap, secara perlahan kami mengumpulkan kesimpulan sedikit demi sedikit.

"Sebenarnya kami pernah memikirkan itu. ‘Mungkin di dalam [mulut] itu, orang-orang terpenting bagi kami masih ada di dalamnya, kami mempercayainya dan mencoba yang terbaik untuk menemukan kebenarannya. Namun, kunci paling penting adalah ingatan kami saat berada ‘di dalam sana’ benar-benar menghilang…….."

Kido menghela nafas lagi, dan bersandar pada sofa. Kehilangan orang tua, kerabat, orang terpenting dan sekarang 

hidup seperti ini, mereka benar-benar melalui masa yang sulit.

Mungkin setelah kesepian, karena kekuatan-kekuatan aneh itu, mereka selalu diperlakukan kejam.

Kehidupan semacam itu, aku ingin tahu bagaimana mereka merasakan hidup seperti itu.

Aku yang tidak bisa membayangkannya, yang selalu hidup bebas dengan kehendakkku sendiri, agak bisa 

merasakannya.

Itu benar. Aku yang menyerah pada segalanya, dan memilih untuk sendiri, bagaimana bisa aku mengerti perasaan 

mereka.

Dan karena mereka tahu bagaimana “sulitnya” situasi menyakitkan itu, mereka memberitahu Hibiya yang juga 

mengalaminya “Kami akan menolongmu.”

"Yah, kalau begitu. Untuk saat ini proses untuk mendapatkan kekuataan masih tidak mungkin diketahui. Hanya saja, 

sebelum Hibiya dapat mengendalikan kekuatannya dengan cara tertentu, kupikir lebih baik bagi kita untuk 

merawatnya. Lagipula kami cukup terbiasa untuk menanganinya."

Kido mengatakannya bersamaan dengan suasana yang mencekam menjadi tenang.

"Aku tak tahu apakah anak yang tertelan bersama-sama dengan Hibiya selamat atau tidak, tapi akan lebih baik 

untuk mencari tahu sedikit demi sedikit…………"

.

"TIDAK, TUNGGU."

.

Kido hendak mengakhiri pembicaraan, tapi pembicaraan ini belumlah berakhir.

Seakan sudah pasti, seolah-olah seseorang menunjukkan jalan untuk bergerak maju ke langkah berikutnya yang ada 

di depan mataku.

"Kau bilang tak ingat dengan apa yang terjadi saat ditelan 'kan? Kurasa kau bahkan berkata ‘semuanya juga sama’."

"Ahh, ya. Itu benar. Kami hanya bisa mengingat hal yang terjadi setelah terbangun."

Kido nampak tidak tahu apa yang aku coba katakan, dan menjawab dengan suara yang agak ragu.

"TIDAK, HAL ITU BISA DIINGAT. Hibiya bahkan berkata pada Konoha ‘kau hanya berdiri di sana dan melihat’. 

Mungkin ANAK ITU………………."

Ketika aku terus berbicara, Kido melebarkan matanya seperti mengerti maksudku.

"Dia mengingatnya? Hal-hal yang terjadi setelah dia tertelan di dalam."

Saat aku berhenti Kido langsung berdiri, berjalan ke suatu tepat.

"O-oi kemana kau!? Anak itu sedang tidur sekarang!?"

Dan setelah ia mendengarku, Kido tiba-tiba berhenti dan duduk ke sofa kembali.

Mungkin dia malu karena tindakan cerobohnya, wajah Kido memerah dan menunduk.

Tindakannya yang jika dibandingkan dengan pembicaraan yang serius ini membuatku memikirkan “Ahh, orang ini 

memang gadis,” aku mungkin akan kena pukulan seperti Kano jika benar-benar mengatakannya.

"Yah, itu benar……  bahkan aku. Sudah bertahun-tahun aku tak bertemu Ayahku, jadi jika aku bertemu dengannya 

lagi………."

Apa harus kulakukan jika bertemu?

Apa yang harus kukatakan?

Melihat anaknya menjadi NEET selama bertahun-tahun, jadi menyedihkan seperti ini, aku ingin tahu apa yang 

Ayahku pikirkan.

.

"Shintaro?"

"hmm? Ahh, maaf maaf ………Yah, mari kita lanjutkan saja besok. Kurasa Kano takkan pualng"

Ada berbagai jenis jam seperti jam kukuk dan jam digital di mana-mana di markas. Bahkan di rak kecil, ada mesin 

yang meneteskan sejeenis cairan yang tidak diketahui, mungkin itu juga jam. Semua jam itu dengan caranya 

masing-masing menunjukkan pukul 10:30 malam.

"Hmm, ya. Apa sih yang dia lakukan…….. Tetap saja hari ini sangat melelahkan. Membawa sekelompok orang ke sini, 

ini benar-benar pertama kalinya."

Kido melihat ke arah pintu masuk, menghel nafas, ia mengatakannya dengan cara cuek namun tampak bahagia.

"Menjadi ‘ketua’ itu, sepertinya cukup melelahkan yah."

Saat aku mengatakannya tanpa sengaja membuatnya malu, wajah Kido menjadi lebih merah dari sebelumnya.

"be-BERISIK! Jangan menyebutku seperti itu! A-Aku mau tidur sekarang! oke!?"

Setelah mengatakannya, Kido yang sangat kikuk, tapi kali ini ia begitu gelisah sampai-sampai saat ia berdiri 

menghasilkan suara Klunk keras! Dan pergi menuju kamarnya.

Aku terdiam saat menatapnya, namun Kido tiba-tiba berhenti dan berbalik “Kau dapat berbagi selimut dengan 

Konoha, aku sudah menyiapkannya itu ada di sana” dan menunjuk selimut yang menumpuk di samping pintu masuk, 

dan menghilang ke kamarnya

"Sebenarnya ada apa dengannya……….."

Tidak peduli terlihat seberapa serius dia, dia tetaplah masih seorang gadis. Jika begitu maka dia adalah makhluk 

yang aku tidak akan pernah mengerti. Aku harus berhenti memikirkannya.

Saat aku tiba-tiba berhenti berpikir, mungkin aku sudah berada di batasku, kantuk tiba-tiba menyerang tubuhku.

"Haa……. Aku sangat lelah……….."

Aku berdiri dari sofa, sudah kuduga tubuhku terasa sangat berat.

Au mengambil dua selimut dari atas tumpukan, dan kembali ke sofa.

Setelah menyelimuti Konoha dengan selimut yang sedang tidur seperti batang kayu mati di lantai, aku menyadari 

bahwa aku belum menanyai Kido di mana tombol untuk mematikan lampu.

"Uhm…… mana saklarnya"

Melihat sekeliling ruangan, aku tidak bisa menemukan sesuatu yang tampak seperti sebuah saklar

Ahh, ini benar-benar menjengkelkan, aku ingin tidur secepatnya, apa yang harus kulakukan. Pokoknya kalau aku 

tidur dengan lampu yang menyala………..

Saat aku perlahan-lahan mencari, aku merasakan napas seseorang di belakangku.

Aku berbalik karena terkejut, berdiri Mary dengan rambut mengembang, mengenakan gaun putih berbulu, dan dia 

menatapku, menggunakan mata yang seperti mencurigakan.

"……… Kau sedang apa? Shintaro"

.

"BIAR KUJELASKAN! SAAT SHINTARO DITATAP DENGAN TAJAM OLEH GADIS MUDA, DIA HANYA BISA 

BERKERINGAT DINGIN DALAM JUMLAH BESAR!" Pikiranku berdering. Aku tidak melakukan kesalahan, tapi 

seperti penjelasan tadi aku berkeringat dingin, dan menjawab dengan senyum tegang.

.

"o-ohh!! MARY!! Bukan apa-apa, aku hanya mau mematikan lampur, tapi aku tak tau di mana!"

Setelah aku beralasan, Mary kembali terlihat biasa, dan menunjuk pada papan dart di dinding.

"Saklarnya di sana. Cukup tekan di tengahnya."

Aku mendesah lega, dan menekan bagian tengah papan dart sepert yang Marry katakan, dan dengan suara ka-cha, 

semua lampu mati.

"EE, EEEEEEEEKKK! JANGAN MEMATIKANNYA TIBA-TIBA!"

Tiba-tiba jeritan Mary membuatku terkejut aku merasa jantungku melompat ke tenggorokanku, kemudian aku 

dengan cepat menekan tombol lagi, Mary menatapku curiga lagi, dengan air mata di sudut matanya

"…….. Apa yang kau lakukan?"

"tidak, TIDAK! Aku hanya mengetes oke!? uhm…… aaaAAAA maaf maaf!"

 Ahh, ini begitu menjengkelkan. Aku ingin tidur secepat mungkin, mengapa bahkan hal seperti ini terjadi.

"Aku ngerti………."

Mary dengan santai berbalik arah dan menuju ke kamarnya.

Mengapa Mary terbangun. Aku ingin menanyainya, tapi jika ia sudah pergi. Lebih baik tidak mengajaknya bicara 

apapun lagi.

"s-selamat malam~"

Aku melambaikan tanganku, melihat Mary saat kembali ke kamarnya dan mematikan lampu.

Haa…… aku menghela nafas, dan meraba-raba ke sofa.

Aku berbaring, menyelimuti diriku dengan selimut, dan melihat ponselku seperti biasa, sepertinya Ene masih di 

dalam selimutnya seperti sebelumnya.

"Dasar menjengkelkan………."

Gumamku, tapi tidak ada respon dari selimutnya.

Aku menyimpan ponselku di atas meja, dan menutup mataku.

Dalam kegelapan, hanya ada gema suara dari AC.

*

*

*

Untuk mengingatnya kembali, rasanya hari ini seperti tidak hanya satu hari, tapi hari yang sangat sangat sangat 

lama.

Aku baru bertemu anggota Mekakushi-Dan  pagi ini……… tidak, lebih tepatnya aku bertemu dengan mereka di mall, tapi mereka mudah sekali akrab denganku dalam waktu yang sangat sebentar. Kalau kupikir baik-baik ini baru pertama kalinya hal seperti ini terjadi.

Diundang oleh teman-teman ke rumah mereka, makan bersama, berbicara tentang kisah masing-masing, sambil membahas rencana besok.

Hanya dengan mendengarnya, rasanya seperti bergaul dengan teman-teman yang normal dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun sedikit aneh, aku tidak pernah berpikir akan mendapatkan kesempatan seperti ini.

………… apakah tidak apa-apa seperti ini?

Rasanya semakin aku menemukan hal-hal yang menyenangkan, ingatanku tentang dia akan semakin menipis.

Namun, setidaknya saat ini, setidaknya selama musim panas ini, biarkan aku untuk memahami rasanya berteman dengan mereka yang bisa menerimaku.

Dalam kegelapan, aku bertanya kepadanya, yang sudah tidak ada tapi telah hidup dalam ingatanku.

.

.

.

.

.

.

"Hei, Shintaro."

.

”………..Apa.”

.

"Bukankah bagus kau memiliki banyak teman. Kau bahagia bersama mereka 'kan?"

.

"Tidak mungkin. Aku tak berpikir begitu."

.

"Bohong. Karena hari ini Shintaro kelihatan sangat bahagia. Ini pertama kalinya aku melhat Shintaro tersenyum sangat bahagia."

.

"Sudah kubilang tak begitu. Aku hanya dilibatkan oleh mereka. Aku sangat lelah bersama mereka."

.

"Hei, Shintaro. Kau mengingatku?"

.

"Apa yang kau katakan, tentu saja aku ingat."

.

"Terus, kenapa kau tidak memanggil namaku?"

.

"eh…….. kenapa tiba-tiba, ada masalah apa."

.

"Hei, Shintaro. Kenapa kau tidak memanggil namaku?"

.

"B-BERHENTI……….. kumohon hentikan………….."

.

"Tentu saja……… kau tidak bisa? Kau tidak bisa ingat tentang aku?"

.

"cukup………. hentikan. Tolonglah, kumohon padamu."

.

"HEI, SHINTARO."

.

.

"U, AHHHHHHHHH!!!!!"

"UWAAAAAAHHH!!??"

Penglihatanku tiba-tiba menjadi terang, aku melihat tampilan markas saat itu tanpa perubahan apapun.

Saat aku menoleh, aku melihat Momo menatapku dengan wajah khawatir, dengan tangan pada tombol papan berbentuk dart.

"Ahh, kau. B-Bukan apa-apa. Aku hanya bermimpi buruk."

"M-Mimpi seperti apa…… kau tak telihat baik kau tahu?"

Momo dengan cemas berlari ke arahku, dan menatap wajahku.

"Kubilang bukan apa-apa. Lagipula kau kenapa, ada apa? Kupikir kau sedang tidur."

"Eh? Tidak, hanya terbangun saja…….. jadi kupikir mungkin aku bisa mengecek kondisi anak itu atau terseralahlah~ 

itu saja"

Momo tertawa sedemikian rupa seolah dia menyesal telah membangunkanku.

"……. Begitu ya. Tapi aku bangun bukan karna kau, jadi jangan cemas."

"uu~mm. Kita punya banyak kegiatan sejak kemarin dan hari ini, jadi Kak kau pasti cukup lelah. Istirahatlah oke?"

"Tentu saja…… ahh, lagipula"

.

Saat aku mengatakannya aku berdiri dari sofa, dan melihat ke bawah ke arah Momo, yang wajahnya memerah.

"A-apa……? Ada apa Kak……."

"Kenapa kau melakukan ini?"

Menghadapi pertanyaanku, Momo memberikan tampang gelisah dan takut.

"e-eehhh………. aku tak mengerti apa maksudmu………"

Beda jauh denganku yang tidak memindahkan pandanganku, Momo tidak bisa untuk tidak mengalihkan arah 

pandangan matanya ke lantai.

"Saat Momo tertidur bahkan jika kau menggunakan besi untuk memukulnya, dia takkan bangun, jadi itu cukup 

menyusahkan untuk membangunkannya. Juga, Momo bertengkar dengan Hibiya, kupikir dia takkan 

mengkhawatirkannya sampai memeriksanya. Ditambah lagi….."

Sementara aku masih berbicara, Momo benar-benar terdiam. Mungkin karena ia melihat ke arah lantai, aku tidak 

bisa melihat ekspresinya.

.

.

"Momo memanggilku ‘Kakak’, KANO"

.
***TL Note: Shintaro dipanggil Kakak (Onii-chan) oleh Momo, tapi saat Kano menyamar menjadi Momo ia memanggil Shintaro Kak (Nii-chan)***

.

.

Sesaat kemudian udara bergetar, dan  berikutnya Kano berdiri di sana, dengan senyum konyolnya yang selalu sama seperti hari ini, dan menatapku.

.

"………iyaa~,kau sungguh menarik, Shintaro. Luar biasa."

"Terima kasih. Sekarang, beritahu aku. Mengapa kau sengaja menyamar sebagai Momo saat tengah malam?"

Menghadapiku dengan sikap seperti itu, ia bahkan tidak berjalan mundur, ekspresi Kano tidak berubah sama sekali, dan dia masih tersenyum licik di wajahnya.

"Haha, aku agaknya dibenci huh. Tapi tentu saja kau akan marah, karena aku menyamar menjadi adikmu……… 'kan?"

Kano mengedipkan matanya, dengan sedemikian rupa seolah dia pikir aku  bodoh.

Ini bukan lelucon yang Ene biasanya lakukan padaku, tapi rasanya seperti, melecehkan bagian paling sensitif orang yang tak ingin seorangpun akan menyentuhnya, sikap jelek seperti itu.

"Bukan begitu. Kenapa kau menyamar menjadi orang lain ketika kau berada di rumahmu SENDIRI. Aku ingin kau menjelaskan alasannya dengan jelas."

"Mm~ hmm. Tentu saja aku melakukan sesuatu yang menguntungkanku. Namun, apa yang akan terjadi jika aku memberitahuku alasannya? Setelah mengetaui alasannya, apakah yang akan Shintaro lakukan huh."

Kano dengan pelan tiba-tiba membalikkan badannya, membelakanginku, dengan kedua tangannya terbuka lebar.

"Bukankah aneh? Aku akan hanya bersemangat di saat seperti ini. Apakah aku melupakan sesuatu HAL YANG 

PENTING~ ketika aku memikirkannya."

Kano tetap berpose, aku tidak bisa melihat ekspresinya.

Namun, perbedaannya adalah, kalimat tersebut terlihat seperti mendeskripsikan diriku dan dengan erat mengekang dadaku.

.

"…….. apa yang ingin kau katakan"

.

"Mmm~? oh tidak tidak, maksudku itu Shintaro kau arr~ee, menunjukkan wajah bahwa kau telah lupa tentang sesuatu yang penting 'kan."

.

.

Tiba-tiba bohlam lampu di atas Kano mulai berkedip-kedip.

Dan setiap kali berkedip-kedip itu seperti lampu kilat, karena berkedip-kedip di belakang Kano.

"APA YANG KAU TAHU……!"

"Ah~ bingo? Gawat, ini makin menarik. Sepertinya kau benar-benar melupakan hal itu, Shintaro."

Menghadapi sikap Kano, kemarahanku mencapai titik batasnya untuk meledak. 

.

"KUBILANG AKU TAK MELUPAKAN TENTANG APAPUN!!!!!!" 

Saat aku mengatakannya aku mengecengkram Kano, memaksanya untuk berbali ke arahku, pada saat itu juga bohlam lampu dengan ganas menyala beberapa saat.

.

.

Selanjutnya, hatiku yang berdebar keras, hancur menjadi debu.

.

.

.

.

.

"TERUS,  KENAPA KAU TIDAK MENYELAMATKANKU?"

.

.

.

.

Rambut hitam panjang sebahu, dengan scarf merah seperti terbakar.

Ayano muncul dengan senyumnya yang tidak akan pernah kulupakan.

.

.

"a- AAHH…………."

Kakiku mulai gemetaran, seolah aku akan terjatuh.

Pikiranku menyerah untuk memahami situasi, dan mulutku menumpahkan suara yang tidak bisa membentuk suatu kalimat.

"Hei. Jawab aku Shintaro. Atu mungkin, kau telah melupakanku?" 

Wajah Ayano tiba-tiba mendekat dengan senyum hampa, matanya yang berwarna coklat menatapku dengan tajam, aku bahkan tidak bisa bernafas sama sekali.





"t-TIDAK…….. Aku……………"



Sampai saat ini, pikiran-pikiran yang kupikirkan selama bertahun-tahun ini berusaha untuk kuucapkan, tapi aku tidak bisa mengubahnya menjadi kata-kata, pada akhirnya aku tidak bisa mengatakan apapun.


Ayano, tidak menungguku. Seperti hari itu, aku tidak bisa memberitahunya apapun.



"Baiklah. Selamat tinggal, Shintaro. Berbahagialah"


Berikutnya semua lampu di ruangan mati, setelah beberapa saat kegelapan, kemudian menjadi terang lagi Ayano telah menghilang dari hadapanku.



Kakiku tiba-tiba menjadi tidak stabil, dan aku berlutut di tanah

Membantu tubuhku dengan tanganku yang gemetaran di atas tanah, seolah sesuatu membanjiri keluar, air mataku mengalir dan terjatuh.
.

Tanpa perintah, perasaan yang kutahan selama ini telah satu per satu tertumpah keluar, tubuhku tidak bisa bergerak sama sekali.




…………ini sebuah hukuman. Sebuah hukuman untukku, yang tidak pernah mendengarkannya dan tidak menolongnya.




"Maafkan aku…………. Maafkan aku………………………"



Kata itu yang akhirnya aku ucapkan, perlahan bergema di dalam ruangan, dan tanpa disadari, perlahan menghilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar