Selasa, 15 Juli 2014

Volume 2 Chapter 2 : Yesterday Evening I



Kemarin Sore I

Aku terbangun oleh suara menusuk dari alarmku.

Aku meregangkan tanganku keluar dari samping tempat tidurku, meraba-raba untuk berusaha mencapai ponselku.

Setelah mematikan alarm, aku berniat mengecek jam, dan kemudian menghelas nafas.

… Ini aneh. Tidak, ini benar-benar, sungguh, aneh. Ini sangatlah aneh.

Bagaimanapun, aku harusnya tidur setidaknya selama sebelas jam.

Tapi, apa yang terjadi aku masih merasa ngantuk? Ini sangat tidak adil. Bahkan meskipun aku dibayar seorang gadis cantik sekolah “Waktu 

Larut Malam” sebagai ganti rugi, imbalan itu terlalu sedikit untuk kepuasanku.

Ada yang tidak beres. Kau mencoba mengatakan kalau aku tidak cukup cantik …? Meskipun aku terjaga, aku hanya akan berakhir dengan 

bermain game online; tapi bahkan sekarang, aku akan membayar ganti rugi.

Rasa lelah mengalir melalui seluruh tubuhku, “Tunggu! Jika kau tidak cukup tidur, kau akan mati. Pikirkan tentang hal itu lagi!”; sinyal 

berbahaya itu terpancar.

Otakku menerima peringatan, dan mulai berpikir “Cara untuk merasa nyaman tetap di futon”.

Sebagai contoh, Strategi 1: Pura-pura sakit

Benar sekarang, aku tinggal dengan nenekku, jadi hanya ada kami berdua. Jika aku memberitahunya “Aku merasa tidak enak badan hari ini, 

jadi…” Aku bisa bolos sekolah dengan cukup mudah.

Aku merasa sedikit malu terus menipu nenekku, namun pada kesempatan ini, kurasa kau bisa mengatakan itu tidak dapat terus membantu.

Tapi, strategi ini tidak akan terus berhasil.

Terus mengatakan aku “tidak enak badan” cukup sembrono, hasilnya nenekku segera berusaha melakukan yang terbaik dan membawaku ke 

rumah sakit.

Ugh, akan ada pemeriksaan medis, dan kemudian aku akan di rawat inap … Ketika aku berpikir tentang hal-hal ini, hawa dingin mengalir ke 

bagian bawah tulang belakangku.

Juga, dalam lingkungan seperti itu, aku nyaris tidak akan bisa memainkan game-ku, aku minta maaf, tapi aku lebih suka menghabiskan 

waktu luangku daripada sama sekali tidak.

Masalahnya, semua orang terlalu gugup tentang hal itu. Bahkan dengan gejala “penyakit” ini, Aku tidak berpikir penyakit ini sesuatu yang 

mengancam nyawaku. Semua orang hanya melebih-lebihkan.

Akhirnya kakekku menjadi sangat gugup, dan selalu khawati mengenai penyakitku. Dia mengeluarkan banyak uang dan mengatur segalanya 

sehingga SMA yang aku masuki tahun ini memperlakukanku dengan hati-hati.

… Yah, kupikir jika aku tiba-tiba pingsan di kelas dan mengalami kecelakaan, akan menjadi masalah bagi orang di sekitarku, dan yang 

terpenting, akan sangat memalukan bagiku.

“Mengenai itu, situasi saat ini mungkin yang terbaik.”

——Hidup sambil berpikir dengan cara ini, setengah tahun berlalu. Sejak aku masuk sekolah, aku belum memiliki teman baik, tapi bukan 

berarti peduli dengan masalah itu.

Pokoknya, setelah ini dan itu, strategi 1 dianggap gagal.

Waktu yang dibutuhkan untuk menghitung semua ini adalah dua menit. Mengingat “hukum kecepatan waktu yang berlalu di pagi hari” 

mungkin akan dikatakan bahwa kecepatanku berpikir itu sangat cepat.

Strategi 2: “Sebenarnya, hari ini sekolah tutup.”

Aku memberitahu nenekku bahwa sekolah sebenarnya ditutup hari ini… tapi soal itu, kemarin sore, ketika dia menanyaiku; “Haruskah aku 

membuatkanmu makan siang untuk besok?” Seingatku aku membalas, “Yep, aku ingin makan tamagoyaki!” (telur gulung)

… Aku memang bodoh! Kenapa tamagoyaki!? Daripada makan siang, aku harusnya meminta “Tiket Tambahan Jam Tidur” atau sesuatu 

lainnya. Walaupun hal seperti itu jelas tidak mungkin ada.

Nyaris bertentangan dengan pikiranku, aroma indah telur menguar di kamarku. Menanggapi permintaan kemarin, “Chef Nenek” pasti sudah 

menyiapkan makan siangku dengan sepenuh hati.

Merasa bersalah karena berusaha mati-matian menemukan alasan untuk bolos sekolah, aku mendesah, “Ugh…” Aku bertanya sudah berapa 

banyak kesialanku pada nenek.

Berbalik, aku kembali menyelam ke futonku untuk sementara waktu, mereset pikiranku.

… Bahkan, aku bertanya-tanya bagaimana nenekku berhasil bangun pagi-pagi seperti untuk kerja, setiap hari. Aku tidak bisa memikirkan 

apapun selain kemungkinan dia adalah semacam super komputer. Secara harfiah, nenek komputer …

——Sementar aku berpikir hal-hal omong kosong, aku bisa mendengar suara berderit langkah kaki seseorang berjalan menaiki tangga. Suara 

di rumah tua ini, bangunan khas kayu yang dibangun, menciptakan suasana seperti film horor, menakutiku. Tidak, ini pastinya seseorang 

yang datang untuk membangunkanku.

Aku langsung menutupi diriku dengan futon dan berusaha menemukan satu cara terakhir untuk melawan.

Ah… Sudah tidak ada waktu… Strategi 3… Strategi… Strate…

“Sampai kapan kau akan tidur terus!! Cepatlah bersiap sebelum terlambar!”

“Uuuu …. aahh”

Mission Failed.

Hasilnya sinar matahari yang sangat terang menyerangku dari tirai yang terbuka, di atas kepalaku, aku membayangkan tulisan merah 

berkedip: “GAME OVER”

***

Cuaca pertengahan-akhir musim gugur. 

Hari-hari musim panas di mana kabut panas berkilauan berakhir, musim gugur telah lewat, dan pemandangan dari rute sekolah mulai 

terlihat benar-benar seperti musim dingin.

Pakaian musim dingin mulai bermunculan dikalangan pelajar dalam perjalanan mereka ke sekolah; laki-laki mengenakan sweater dan 

perempuan yang tampaknya bergaul, berkedip ke dalam lapangan visiku.

——Sambil terang-terangan menunjukkan rasa jijik terhadap pada para siswa, aku sedang memerhatikan percakapan mematikan mereka 

sambil menetapkan gigiku di tepi, ada bertujuan untuk menuju  sekolah tanpa bicara, aku, Takane Enomoto, berada dalam suasana hati yang 

sangat buruk.

Tapi ini mungkin bukan sesuatu yang harus sangat diperhatikan. Ini sudah bawaanku.

Karena aku punya kebiasaan begadang di malam hari, ketika aku terbangun oleh matahari pagi, aku akan merasa kesal dengan kantukku.

Saat sore hari datang, aku akan menjadi kesal oleh sikap teman sekelas dan para guru. 

Karena itu, ekspresi mataku selalu terlihat buruk, dan aku sering ditanyai, “Kau sedang marah?”

Dan tiap kali, aku akan menjadi kesal lagi; ini adalah lingkaran setan.

Meskipun yang membuatku tampak konyol dan sembrono, dan cenderung menghabiskan waktuku untuk bermain-main, aku tak mengira 

kepribadianku akan menjadi seperti ini, aku juga tidak menginginkannya. 

Terus menjadi kesal saat seperti delusi bodoh dari masa depanku, aku berjalan susah payah menuju sekolah dalam suasana hati pemarahku 

yang biasanya.

Namun, karena jarak dari rumah ke sekolah lumayan dekat, tidak ada gunanya untuk menggunakan bus atau kereta, atau lebih baik 

dikatakan, tidak ada yang menolongku.

Bagaimanapun, aku tak pernah mau repot untuk menggunakan tenaga apapun untuk pergi sekolah, dan lebih penting lagi, aku bisa tidur 

sampai menit terakhir.

Karena itu, waktu yang mungkin akan menghabiskan kesibukan untuk berpindah baris dalam perjalanan pulang pergi kereta api ke sekolah, 

hari ini juga, aku bisa bangun dengan santai, dan dengan mudah melalui gerbang sekolah empat belas menit sebelum pelajaran mulai.

Sampai di jalan lurus di depan gerbang sekolah, jumlah murid yang mengenakan seragam yang sama langsung meningkat.

Alaminya, aku meningkatkan kecepatan berjalanku, dan sorot mataku menjadi lebih buruk.

Di samping gerbang sekolah, aku melepaskan headphone-ku, menggulung kabelnya, dan memasukknya ke dalam tasku.

Aku datang dengan headphone yang nenekku beli untuk ulang tahunku. Yang terlihat lucu, dan suaranya bagus. Meski aku mengatakan, 

“suaranya bagus,” sejak saat aku meminjam earphone milik teman sekelasku, aku sudah memikirkan, “Entah bagaimana, suaranya tumpul”; 

mereka bukan jenis produk kualitas tinggi.

Namun, bagiku, yang sudah terbiasa menggunakan mereka, mereka adalah salah satu dari rekanku.

Setelah aku mengangguk kepada guru Olahraga kasar yang berdiri di depan pintu gerbang masuk sekolah, aku melihat hiruk pikuk yang 

ramai dikarenakan aktivitas festival budaya sekolah yang satu minggu lagi dari sekarang.

Di tengah-tengah dari sekitar sepuluh meter lebarnya jalan yang membentang dari gerbang sekolah ke pintu masuk utama, ada ruang 

persiapan ditetapkan untuk tindakan tiap kelas.

Aku melihat tanda-tanda peringatan aneh tertulis, seperti “Cat basah!! Dilarang duduk!” dan poster bahan-bahan permintaan yang 

mengatakan hal-hal seperti, “Membutuhkan kardus! Jika kau dapat menawarkan, tolong kontak Komite Pelaksana Kelas 2-A!”

Aku menatap sekeliling, aku bertanya sejak kapan semua orang sudah mulai bekerja dari pagi hari. Sudah ada murid dengan pakaian 

beroleskan cat, murid mengenakan semacam kostum monster, dan hal-hal seperti “’Ini Festival Budaya Sekolah, jadi mari lakukan yang 

terbaik bersama’-tipe perempuan” yang tampaknya dia akan menangis, mengatakan “Karena orang-orang tak akan melakukannya dengan 

benar …” Adegan yang aku lihat persis seperti “Perwujudan Masa Muda.”

——Namun, bagiku, yang merupakan “tipe perempuan yang biasanya memberi komentar sinis dan bertengkar, dan hanya saat-saat seperti 

ini, akan bekerja sama dengan sesama siswa,” persiapan untuk festival budaya sekolah hanyalah hambatan.

Selain itu,selama periode persiapan, pintu gerbang sekolah akan menjadi semakin berisik dibanding pusat festival; akan ada penahanan 

sampai tengah malam, dan orang-orang yang hendak main mata akan melanggar peraturan, jadi itu umunnya tidak baik.

Dan setelah hari yang sebenarnya dari festival budaya, akan tertinggal tumpukan sampah yang tidak normal.

Ada apa dengan event tidak produktif ini? Sangat menggelikan.

Sekarang aku berpikir tentang hal ini, di surat kabar yang telah didistribusikan kemarin, tertulis bahwa tahun pertama kelas-B ku “untuk 

sementara” menjadi anggota,  akan melakukan acara tradisional yang mungkin sudah dilakukan untuk kematian di dunia ini: “kafe maid.”

Jauh sebelum melakukan rapat perencanaan, event ini bahkan tidak akan muncul dalam kelas biasa; untukku, ini adalah hal yang sama sekali 

tidak relevan, dan bahkan sesuatu yang untuk iseng.

Jika aku sesungguhnya memakai pakaian maid karena tiba-tiba adanya dorongan, aku akan terbebani oleh memori yang tak bisa terusap 

sepanjang hidupku.

Memikirkan dan mengkhawatirkan tanpa henti tentang hal seperti itu, aku lewat di bawah model besar dinosaurus, mengelak dan 

memelototi seorang anak berwajah bodoh bermain-main di tengah jalan, dan menuju pintu masuk utama.

Mendorong pegangan pintu dari pintu yang tampak kata “dorong”  yang begitu lapuk hingga tak bisa dibaca lagi, gedung sekolah aku 

menginjakkan kaki di pada suhu cukup memadai disebabkan oleh daya pemanasan pusat.

Aku melepaskan sepatu outdoor-ku, dan mencari sepatu indoor yang diambil dari lemari, loker sepatu kayu ini pasti sudah sangat tua.

Aku pernah mendengar bahwa gedung sekolah ini sendiri setara dengan bangunan bersejarah, dan menghasilkan banyak pelajar 

membanggakan, termasuk orang terkenal seperti politikus dan selebriti.

Walaupun, sejujurnya, sebelum menyombongkan mengenai cerita ini, aku ingin mereka untuk mempercepat renovasi. Lebih baik, ini 

merupakan permintaan dari sebagian besar murid.

Gedung sekolah yang kami banggakan memiliki lubang di atas gedung olahraga, karena akibat dari topan musim panas, dan bagian bawah air 

mancur minum sudah rusak; itu sudah menjadi kejadian agak menyakitkan

Terutama, sekitar hari pertama musim panas benar-benar sangat panas, insiden di mana semua pendingin ruangan di sekolah telah rusak itu 

sangat bermasalah, memimpin siswa untuk menggelar keluha seperti, “Aku ingin pindah sekolah secepat mungkin.”

Namun, sepanjang liburan musim panas, permintaan maaf penuh atas perbaikan pendingin ruangan dibangkitkan kembali pendingin dan 

pemanas ruangan.

Para siswa yang mencoba untuk merencanakan perpanjangan liburan musim panas untuk melindungi keluhan terhadap fasilitas sekolah, 

juga, diharuskan enggan menghadiri dua semester sekolah.

Di atas papan drain aku memakai sepatu indoor-ku, dan buru-buru menuju ke koridor.

Dalam kehidupan sekolahku, saat ini adalah yang paling pahit.

Disaat semua orang berbalik selaras meninggalkan koridor di depan lemari sepatu dan melanjutkan ke lantai dua di mana kelas yang normal 

berada, aku adalah satu-satunya yang berbelok ke kanan menuju area ruang kelas untuk mata pelajaran dengan sedikit murid. Khususunya, 

aku menuju ke ruang kelas yang selalu memiliki aroma asing bahan kimia melayang di sekitar.

Ya, “ruang kelas normal” ku adalah sebuah “Ruang Persiapan Sains” dengan wali kelas seorang guru perawat.

Dalam beberapa tahun terakhir, karena pengembangan kota dan peningkatan yang sangat cepat siswa yang datang, semua ruang kelas 

normal dipindahkan untuk kelas lainnya, dan saat ini tidak ada ruang kelas yang akan digunakan untuk “kelas kebutuhan khusus”; Itulah 

alasannya.

Sejauh ini, memiliki meja dan meja guru sudah cukup untuk menyebutnya kelas, tapi aku ingin kau untuk mencoba berpikir tentang itu. 

Sebagian besar waktu indahku selama tiga tahun akan dihabiskan untuk bernafas dalam kelas aroma formalin. Berpikir tentang itu, 

membuatku merasa agak tertekan. Namun, saat ini, termasuk aku, murid yang menghadiri kelas itu hanya ada dua, sehingga membuatnya 

cukup mudah untuk menghabiskan waktu dengan cara yang tenang dan damai. Tentang penyakit yang kumiliki, jika aku dipindahkan ke 

ruang kelas yang normal sekarang, ada kekhawatiran kalau aku hanya akan menjadi beban, itulah mengapa aku menjalani situasiku saat ini 

tanpa mengeluh.

Berjalan menyusuri koridor, memeriksa bahwa tidak ada seorangpun di sekitar, aku menghelas nafas.

Melewati ruangan seni, ruangan musik, dan ruangan ekonomi, di sisi kiri koridor yang mengarah ke sayap ruang klub, ada pula plat yang 

menghadap sebelah kanan yang mengatakan, “Ruang Persiapan Sains.”

——Di bawah itu, ada pula pintu geser hijau pucat yang familiar.

Karena aku memiliki berbagai komplain, aku merasa lega bahwa kelas ini tidak memiliki banyak orang.

Bagaimanapun, guru akan terlambat seperti biasa, dan juga ada salah satu teman sekelas; si ‘my pace’ cowok yang selalu menggambar 

sepanjang waktu.

Sambil berpiki, “Kupikir aku akan tidur sebentar sebelum guru datang”, ketika aku membuka pintu, dan ada, adegan tak terduga yang 

menghempaskan rasa kantuk ku melompat keluar dariku.

“Selamat pag— …. wh— uwaaaah!!”

“Eh? Ah, Takane. ‘Pagi~”

Di sana, membalas ucapakan dengan ceria, senyum jernih, berdiri teman sekelasku, Haruka Kokonose.

Hanya melihatnya saja, dia orangnya sakit-sakitan, kulit pucat dan sikapnya yang santai. Hobi dan berbakat dalam menggambar. seperti 

namanya, dia terlihat seperti perempuan, tapi dia hanyalah cowok normal.

Namun, saat ini cowok ini tidak “normal.”

——Tidak peduli di mana dan bagaimana aku melihat ….. Dia tidak mengenakan apapun selain celana dalamnya.

“Ap— ….. Apa— …..!?”

Aku tak bisa berkata apa-apa pada adegan tidak realistis di pagi hari ini. Meski aku mencoba mati-matian untuk tidak fokus padanya, dia dengan cepat menuju ke arahku dalam keadaan begitu.



“Ah, hei hei, aku ingin kau mendengar soal ini …. Pagi ini, di air mancur pada halaman sekolah, ada kucing yang datang, dan aku berpikir 

untuk membelainya, kau tahu. Tapi seperti, bagaimana aku harus menempatkannya, membuatnya menggeliat. Dan kemudian aku 

kehilangan keseimbangan, dan terjatuh ke dalam air mancur——”

“I-Ini tidak baik!! Tidak peduli apapun yang terjadi!! C— …. Cepatlah kenakan kembali seragam mu!!”

Tanpa terlihat terdesak, dan dengan ekspresi seperti, “Ah, aku harus bagaimana,” Haruka, yang mencoba untuk berbicara biasa saja 

mengenai bagaimana bisa menjadi setengah telanjang, hanya memiringkan kepalanya sedikit karena aku berteriak putus asa.

“Ehh? Tapi seragamku belum kering. Lihat?”

Sambil menunjuk ke arah seragamnya yang dikeringkan di depan pemanas ruangan, ia menunjukkan perilaku seakan aku adalah orang yang 

telah mengatakan sesuatu yang salah. Jarak di antara kamia dalah 50 sentimeter.

Bersandar kembali karena adegan yang terlalu realistis ini, aku jatuh ke pintu yang baru saja kututup dengan sebuah kecelakaan!

Dan sementara menabraknya, aku membuang saran yang putus asa.

“Ah, ah, ahh!! Aku mengerti!! Tidak apa-apa seragam itu basah! Cu-cukup kenakan sekarang!! Aku akan pergi mencari baju kaos atau 

apalah, jadi cepat kenakan seragammu sekarang!!”

“Eh? H~m, oke …. Tapi um ….. Huh? Kemejaku tidak ada di sini …. Kemeja~ ….”

“Kau menginjaknya!! Di bawah kakimu!! Aah, geez! Berikan padaku!”

Apakah dia tidak merasakan keseriusan “menjadi setengah telanjang di depan seorang gadis”? Bergerak seperti lambatnya kura-kura, 

Haruka akhirnya mulai berpakaian.

However, itu bukan situasi yang aku hanya bisa mengawasi dengan santai.

Sambil menyambar kemeja yang Haruka telah ambil, dan menutup mataku jadi aku tidak akan melihat langsung ke arahnya, aku mencoba 

untuk memaksa dia untuk memakainya.

“Uwaa—! Tunggu, ini baik-baik saja, aku bisa melakukannya sendiri! Tunggu, itu lengan yang satunya~ …..”

“Gyaaaa! Berhenti bergerak!! Jangan menghadap seperti ini!!”

Tidak peduli bagaimana orang melihat ini, itu bukan situasi yang pantas. Kenapa aku harus memaksa untuk memakaikan kemeja pada teman 

sekelasku yang setengah telanjang? Andai dia bukan teman sekelasku, mungkin saja aku dengan cepa akan langsung menyerahkannya 

kepada polisi. Namun, jika seseorang melihat kami dalam situasi saat ini akan jadi sangat buruk.

Ini akan seperti yang sering terjadi di shoujo manga, dan mungkin disalahpahami … aku hanya terus berpikir, jika skenario terburuk yang 

terjadi.

“Baik~lah, kegiatan kelas akan mulai~ Uh …..”

Disertai dengan suara datar, pintu terbuka dengan gemerincing, dan berdiri wali kelas kami, dan juga guru yang bertanggung jawab mengajar 

sains di sekolah ini, Kenjirou Tateyama.

Pak Tateyama membuat ekspresi terkejut yang menyaingiku tadi, dan buku absen perlahan jatuh dari tangannya dan mendarat di 

lantai.

“Ah …. bukan ….. Um, Pak guru, ini …..”

“Ah, Pak guru, selamat pagi~”

Berlawanan denganku, yang langsung merasa hawa dingin lari ke tulang belakangku, si setengah telanjang Haruka malah memberi salam 

dengan senyum.

Secara objektif, sekilas, situasi ini mungkin bisa dilihat sebagai “cewek sekolahan yang nakal menelanjangi seorang cowok SMA naif, bahkan di 

pagi hari.”

Meski saat ini tidak berlangsung lama, tapi rasanya berlangsung sangat begitu alam. Aku bertanya apa kesimpulan Pak Tateyama dari 

kehenkngan ini, ia mengucapkan kata-kata, “Oh …. Sepertinya aku menganggu kalian…. Maaf …..” dan berusaha untuk keluar dari koridor.

“Gyaaaa!! Bukan begitu!! Ini tidak seperti yang kau lihat! Dia ini, dia …. d -dia sedang bermain-main tanpa pakaian, j-jadi aku hanya mencoba 

untuk membantunya mengenakan seragamnya!!”

Dengan ekspresi ambigu, Pak Tateyama, yang hampir meninggalkan ruangan kelas, berhenti di treknya.

“Eh? Ah, ahh, apa, jadi itu yang terjadi? …. Ahh, bukan, kupikir kau sudah tidak bisa menahannya lagi……” Pak Tateyama menghelas nafas, 

dan mengambil buku absen yang terjatuh dengan senyum.

“Berhenti mengatakan hal seperti itu terus! Lagipula, jika itu yang benar-benar terjadi, itu akan menjadi masalah serius, iya 'kan!? Bukankah 

kau hanya berniat melarikan diri!?!”

“Ahh, yah, lihat, jika ini menjadi masalah, cukup mudah katakan saja ‘Aku tidak tahu’. Ditambah, melainkan itu, kau ngerti. Setelah 

semuanya, aku ingin memberimu lingkungan di mana kau dapat tumbuh tanpa beban, dengan kebebasan lakukan apapun yang kau ….”

“Kau yang terburuk!! Lagipula, tolong bantu orang ini mengenakan seragamnya! Aku akan memberitahu kepala sekolah!”

Pak Tateyama jika sedang menggaruk kepalanya berarti itu adalah hal yang merepotkan, namun ketika kata “kepala sekolah” kuucapkan,  

dia membalas satu kata “OK” dan langsung secepat petir membantu Haruka memakai seragamnya.

Kemungkinan besar kau takkan sering menemui hal seperti “hal buruk dari orang dewasa”.

Dalam arti tertentu, ia benar-benar mengajarkan kita pelajaran berharga, membeli…. Waktu itu aku menyadari sepenuhnya bahwa hanya 

berlangsung sesaat.

“Ueee … Rasanya aneh karena masih basah, Pak guru……”

Haruka yang lagi berpakaian dengan cara gesit milik Pak Tateyama, kemudian kembali ke tempat duduknya.

Di saat yang sama, akhirnya aku bisa duduk di kursiku, aku terjebak pada kelelahan yang luar biasa.

Karena kelakukan cowok ini, sudah berapa hit point-ku yang hilang di pagi hari ini?

Mungkin takkan cukup untukku tertawa setelah semua yang terjadi hari ini ……

Yang dihadapan dua meja murid adalah meja guru, yang diposisikan sedikit lebih tinggi dari seluruh ruangan. Pak Tateyama duduk 

sedikit lebih tinggi, dengan kursi lipat logam dan sambil membuka buku absennya.

“Ya, ya, aku mengerti, aku akan pergi mengambilkanmu baju kaos untuk kau kenakan nanti … Baiklah, selamat pagi. Ah~ Kalian berdua 

hadir ya. Aku benar-benar harus memuji kerja keras kalian berdua terus datang ke sekolah tiap hari tanpa merasa bosan.”

“…. Itu bukan sesuatu yang seorang guru bisa katakan.”

Sambil membaringkan kepalanya di atas meja, Pak Tateyama mengoceh dengan suara yang aneh, “Jika seorang guru mengatakannya, 

bukankah itu sesuatu yang seorang guru harus katakan~?” 

Apakah lingkungan sosial menjadi damai karena orang seperti ini menjadi seorang guru?

Bagaimanapun, sejujurnya aku prihatin tentang masa depan negara ini.

“Ah~ Ya tentang kegiatan kelas hari ini … Uhh, apa ya? Errr, kupikir aku sudah membuat memo, atau mungkin tidak …..”

“Tolong cepat dijelaskan!”

Meski aku sudah kesal sejak tadi pagi, hanya melihat orang ini membuat perasaan negatifku jauh lebih meningkat. Caranya memutar pena 

merah membuatnya terlihat seperti murid pelajar SD yan malas.

“Uh~ Tunggu, sebentar, errr … Oh! Ya, benar, kita harus memutuskan akan membuat apa untuk Festival Budaya Sekolah. Jadi, apa yang 

kalian ingin lakukan?

“Ehh!? Pak guru, ketika kita membahas hal ini beberapa hari yang lalu, bukankah kau mengatakan ‘Tidak masalah jika kita tak melakukan 

apapun’”!? Kita tak pernah berbicara mengenai hal ini, jadi bagaimana bisa kita memutuskan sesuatu!?”

Aku berdiri dari kursiku dengan dentuman keras, tetapi guru dengan mata hampir mati tampaknya tidak peduli sedikitpun tentang hal itu, 

atau bahkan terganggu dengan itu.

“Ah~ yah, soal itu …. Minggu lalu, kepala sekolah bertanya padaku, ‘Apa yang dilakukan kelas Pak Tateyama untuk festival?’ Tentu saja 

aku tak memikirkan apapun, sehingga untuk saat ini, aku hanya memberitahunya, ‘Kami sudah menyiapkan sebuah ‘Proyek Spesial’ yang 

akan mengejutkan semua orang, jadi silahkan ditunggu saja!’”

“Seberapa inginnya kau berusaha terlihat baik di depan mata kepala sekolah!? Apa maksudmu dengan ‘Aku hanya memberitahunya’!? Apa 

yang akan kita lakukan!? Kita hanya punya waktu seminggu …!!”

Aku ambruk di kursiku dan menutupi wajahku dengan tangan. Aku mendengar Haruka di sampingku dengan saran konyol, “Ah, bagaimana 

kalau kita membuat stand target shooting?”, ketika kita tidak memiliki apa pun yang tersedia atau bahkan anggaran untuk bekerja, bahkan membuatku merasa lebih putus asa.

Sesungguhnya, aku tidak peduli dengan apa yang terjadi pada guru ini, tetapi jika rencana tanpa perencanaan kita menjadi terkenal itu ditulis 

di koran sebagai “Proyek Spesial” atau sesuatu seperti itu, hanya akan menjadi sia-sia.

Jika sebenarnya menjadi seperti itu, akan hanya ada keputusasaan akhirnya, jurang kegelapan dan penuh kehancuran ……

“Ahhhhhh …..!!”

Hanya membayangkannya masa depan mengerikan membuatku menangis tanpa berpikir. Jika aku punya teman sekelas yang handal, 

mungkin aku akan dapat membuat sesuatu dan keluar dari situasi ini. Namun, tak peduli bagaimana memikirnnya, dengan seorang anak 

laki-laki basah kuyup yang optimis di sampingku, dan seorang guru SANG Sampah Umat Manusia kami bertiga sangat kurang untuk 

berjuang sekuat tenaga.

Jika aku bisa hanya memikirkan jalan keluar sendiri ….. Aku tak bisa mencobanya —mungkin karena aku hanya selalu bermain game, atau mungkin karena aku belum sepenuhnya sadar, otakku belum berfungsi dengan baik seperti yang kuharapkan.

Menghadapi situasi yang parah ini, dan kehabisan akal dengan tangan putus asa yang menyedihkan, Pak Tateyama menoleh dengan ekspresi tak nyaman.

“…. P-Pokoknya, sekarang, tenanglah, kita belum mati kok. Dalam kasus lain, kau bebas untuk menggunakan ruang kelas ini, dan aku akan ikut membantu, juga. Jadi kenapa kita tidak bisa membuat sesuatu?”

Yang terakhir ini setengah dari Pak guru …. Tidak, ia lagi bahkan tak pantas disebut “Pak guru”—pernyataan orang ini, “aku akan ikut membantu”, aku tak percaya sama sekali.

Untukku, apapun tak pernah sangat mudah.

Jika, bahkan tanpa menjadi terkenal sebagai “Proyek Spesial”, tindakan kami pada festival ini menjadi sesuatu yang memalukan karena berbagai rumor yang ada, aku mungkin tak akan bisa memiliki kehidupan sekolah yang layak dengan sisa dua tahun di sini..

Haruka mungkin tak terlalu peduli mengenai hal seperti ini, tapi bagiku, ini adalah masalah besar.

Sudah cukup parah that karena kehadiranku di sekolah sudah begitu tidak stabil, dan aku tidak ingin menonjol dengan cara negatif bahkan melebihi ini.

Tetapi, aku punya perasaan bagian di mana Pak Tateyama telah mengatakan kita bisa menggunakan kelas ini merupakan faktor yang menyebabkan semacam terobosan. 

Meski kami sudah bosan melihat kelas ini, bagi pengunjung, mereka harus mendapatkan erbagai hal langka. Misalnya, jika ada sesuatu berlabel “___ Eksperimen” dibawa keluar, tidak ada satu orangpun yang tidak akan merasa senang.

“…. Setidaknya, akan bagus jika kita bisa memunculkan sesuatu yang menarik …. Sebentar, anggaran! Pak guru, kalau aku tak salah, setiap kelas diberi anggaran untuk bekerja, 'kan !? Berapa banyak yang kita dapat!?”

Ketika aku menanyakannya, Pak Tateyama tampak tersentak, dan pada saat yang sama, melirik ke arah rak persediaan di belakang kami.

“Eh? Apa yang kau lihat—”

Tidak sampais sedetik, aku mengikuti arah tatapan Pak Tateyama, dan bercampur antara persediaan lab dan botol bahan kimia dan sebuah spesimen ikan yang tampak menakutkan yang seingatku pernah kulihat sebelumnya.

Itu spesimen ikan laut langka yang sepertinya dia telah melihatnya di toko online bahan pelajaran, sembil berceloteh, “spesimen ini sangat keren …. Tapi sangat mahal …..”

“…. Huh? Itu aneh. Pak guru, bukankah spesimen ini terlalu mahal untuk kau beli?”

Meskipun agak dingin, aku melihat banyak manik-manik keringat di atas dahi Pak Tateyama.

Tanpa menjawab pertanyaanku, dia hanya menunduk ke bawah dan diam, hampir seperti kriminal dalam manga detektif yang baru saja dihukum dengan bukti yang kuat dan hampir sepenuhnya mengakui motifnya.

“…. Pak guru …. kau menggunakan …. anggaran kami, iya 'kan?”

“…. Ini …. Ini salah orang itu …!!”

Dengan akting yang buruk, Pak Tateyama membela diri tentang bagaimana “40% dari penjualan untuk spesimen ikan langka (orang itu)dimulai baru ketika anggaran sudah diberikan ke masing-masing kelas tersebut dihitung,” terdengar seperti motif yang tidak bisa ditemukan untuk kejahatan..

…. Meski, ini bahkan tidak seperti motif atau apapun.

Berbicara seolah-olah ia adalah korban yang telah terpikat oleh ikan langka, Aku sudah murka melewati banyak penghinaan, dan mulai merasakan sesuatu yang mirip rasa simpati.

“Jadi, apa yang akan kita lakukan? Menurutku, umm …. kupikir sesuatu seperti target shooting mungkin akan menjadi ide bagus ….”

Dengan berbicaranya Pak guru topik sudah beralih ke “Bagaimana memikatnya ikan langka itu,” dan sementara aku berpikir bagaimana untuk melaporkan guru ini kepada kepala sekolah, dan lagi, Haruka memberikan pendapatnya tentang keinginan membuat stand target shooting.

“…. Kau tahu, untuk stand target shooting, kita membutuhkan banyak hadiah, dan perlu banyak persiapan, jadi bagaimanapun kau berpikir tentang hal ini, mustahil hanya dengan kita. dan sebagai permulaan, berterima kasihlah pada guru idiot ini, kita bahkan tak memiliki dana yang tersisa.”

“Oh … tapi kupikir itu ide yang bagus. Aku melihat semua yang dibuat kelas lain, dan tak satupun kelas yang membuat target shooting.”

Meskipun Haruka mengatakannya tanpa pikir panjang, tapi terdengar seperti sesuatu yang sangat mengejutkan. Alasan kenapa tak ada “stand target shooting” di antara kelas-kelas lain mungkin ada hubungannya dengan anggaran. Bahkan sekolah tidak memiliki cukup dana untuk renovasi, aku tak bisa membayangkan bahwa satu kelas atau bahkan banyak kelas diberikan penghargaan bersama-sama.

Namun, apa yang lebih penting adalah Haruka, yang selalu melamun dengan pikiran yang aku tidak mengerti sama sekali, begitu peduli mengenai apa yang kelas lain lakukan untuk Festival Budaya seolah ia tahu semua tentang mereka.

“…. Mungkinkah kau sungguh sangat menantikan Festival Budaya?”

Ketika aku menanyakan hal itu, ia menjawab malu-malu, “Sebetulnya, ya.” Berpikir bagaimana ia tidak malu sama sekali saat aku melihatnya setengah telanjang sebelumnya, jelas bahwa orang ini merasa malu untuk alasan yang berbeda dari orang lain biasanya.

“Itu agak mengejutkan …. Tapi sebelumnya, ketika kita berbicara soal kita tidak akan melakukan apa pun pada festival ini, kau bahkan tidak mengatakan apapun ….”

“Yah, itu karena, akan merepotkan jika aku tiba-tiba pingsan, karena tubuhku lemah; ketika aku menyaksikan semua orang, sepertinya banyak pekerjaan yang mengatur segalanya, jadi aku pikir tidak dapat membantu ….”

Haruka mengatakannya, dan tersenyum pasrah.

Aku tak terlalu mengerti, tapi nampaknya kalau Haruka punya“penyakit” serius yang tak dapat dibandingkan dengan “penyakit” yang kuderita.

Itu adalah satu jenis di mana serangan mendadak bisa menyebabkan kematian.

Pak Tateyama telah memberitahuku tentang hal ini ketika kita pertama kali mendaftarkan diri, tapi mungkin karena kepribadian optimistis orang itu, aku tidak pernah benar-benar menyadari keseriusan itu.

Karena pengalamannya sampai sekarang, dia mungkin lebih sedikit menyadari hal itu sendiri.

Mungkin, hanya karena aku tidak benar-benar memperhatikannya sampai sekarang, dia sudah menyiapkan beragam beban di sekolah sendirian sejak mendaftar.

“Begitu. Tapi, kau ingin melakukannya, 'kan?”

“….. Ya. Aku ingin. Tapi aku hanya akan menyebabkan masalah bagimu, Takane ….”

Meski masih malu-malu, Haruka berkata demikian dengan jelas.

Meskipun kita sudah sering berbicara tentang tentang hal ini, aku tidak mengerti mengapa ia masih terlihat malu-malu.

“…. Kau ini, bagaimana mungkin kau begitu baik-baik saja ketika Pak guru melakukan sesuatu seperti itu? Lagipula, jika kau ingin melakukan sesuatu, coba lakukan saja, dan jika tidak berhasil, maka kita akan memikirkan harus berbuat apa ketika waktunya tiba.”

“Yah, itu benar, tapi, aku tak bisa melakukannya seorang diri …. Dan aku tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, jadi aku tak tahu apakah akan berhasil dengan baik ….”

Melihat Haruka yang bergumam pasrah sambil memutar penghapus di atas sekitar mejanya, untuk suatu alasan, Aku meloncat dari kursiku, dan tanpa berpikir, tanganku menghantam di atas meja.

“—Aaahhhh!!  Cukup ambil keputusan saja, geez!! Kau ingin membuat target shooting, 'kan!? Berarti sudah diputuskan!! Aku juga akan membantu, mengerti!? Kau paham hah!?”

Setelah aku berteriak, Haruka bergumam, “Paham ….” dengan ekspresi ketakutan.

Namun, aku belum berhenti, dan selanjutnya mengoceh ke arah Pak Tateyama, “Tolong siapkan kami uang secepatnya! Juga, spesimen itu akan digunakan sebagai hadiahnya! Paham!?”

“Ehh!? Tidak, tunggu, tidak ada cara kita bisa melakukannya! Kau pikir seberapa banyak biayanya—“

“…. Kepala sekolah.”

“Baiklah, aku paham! Seperti yang kau katakan! Woah, aku jadi bersemangat sekarang!”

Pak Tateyama buru-buru berkata dengan senyum segar. Pada titik ini, bukan hanya aku, tapi bahkan Haruka, yang menatapnya dengan tatapan dingin.

 ——Melihat ke arah jam, sudah lebih dari setengah jam karena kegiatan kelas sudah mulai, dan menjelang waktu berakhir.

Masih ada satu minggu sebelum Festival Budaya, semua pelajaran biasa dibatalkan, dan sebagai gantinya, setiap kelas ditugaskan untuk bekerja mempersiapkan tindakan mereka untuk festival, di bawah pengawasan Komite Eksekutif.

Setiap kelas memiliki kegiatan kelas selama satu jam pertama, tapi mulai dari jam kedua, semua murid akan memulai pekerjaan persiapan di kelas masing-masing.

Untuk Haruka dan aku, kami hanya belajar sendiri, tapi karena kami baru saja memutuskan apa yang akan kami lakukan, kami harus mulai melakukan kemajuan dalam persiapan, juga.

“’Target shooting’, huh ….. Di mana sebaiknya kita mulai …?”

Meski aku telah bersemangat beberapa saat yang lalu dan berkata pada Haruka, “Ayo kita lakukan!”, faktanya adalah bahwa hanya ada satu minggu tersisa, dan hanya dengan kami berdua, mungkinkah kami dapat menyelesaikan persiapan untuk “stand target shooting”?

Harus membeli hadiah, pembungkus hadiah, dan seiring dengan pekerjaan yang diperlukan seperti menyiapkan pistol gabus, hanya ada ada akhir untuk itu.

Kita perlu menggunakan ruang mesin atau ruang seni untuk membuat alat peraga besar, tetapi pemesanan ruangan sudah lebih dulu diambil sebelumnya oleh kelas-kelas lain.

“U-um …. Karena sepertinya tidak mungkin melakukannya, mengapa kita tidak melakukan sesuatu yang lain?”

“Tidak! Jika kau mengatakannya mustahil, maka akan benar-benar mustahil! Kaulah yang bilang kau ingin melakukannya, jadi pikirkanlah sesuatu!”

Haruka tampak terkejut lagi, dan dengan cepat menyilangkan lengannya dan mulai berpikir.

Meskipun semua ini ide awalnya, aku jadi terlibat, juga, dan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa “kami berbeda dari orang-orang yang terlalu ceria melakukan ini hanya untuk mendapatkan semua keramahan dengan satu sama lain.”

Jika kami akan melakukan hal ini, aku tidak ingin melakukannya asal-asalan. Motivasi keseharianku untuk bermain game online dipecat mulai dari sekarang. 

“Pada saat ini, terlalu sulit untuk membuat jenis stand berskala besar. Pak guru, soal lakukan sendiri ….”

“Ya! Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya!”

“—Itu apa yang aku pikir. Itulah sebabnya Haruka dan aku harus melakukannya sendiri ….”

“O-oi, oi oi, tunggu sebentar! Aku tidak pernah melakukan hal seperti lakukan sendiri, tapi coba tebak? Aku cukup handal pada pemrograman!”

Pak Tateyama menunjukkan jempolnya pada dirinya sendiri, dan melakukan hal yang menjengkelkan yang umum dilakukan bersama para otaku, seakan-akan berkata, “Aku menakjubkan di bidang ini, aku akan membuktikannya!”

“Ahh … Benarkah? Wow~ Yah, karena kau hanya akan menghalangi jalan, pergilah dan buat suatu game kencan simulasi—”



Berurusan dengannya hanya akan menimbulkan rasa sakit, dan ketika aku memaksanya pergi bersama dari tangan komentar, sesuatu yang aku belum pikirkan sebelumnya tiba-tiba mendatangiku.

Kami berada dalam situasi di mana kami tidak mampu membuat alat peraga yang besar.

Hadiah kami hanya spesimen ikan langka.

Dan tujuan kami adalah membuat hal yang paling menarik—“stand target shooting”.

Ini taruhan, tapi kami mungkin hanya dapat melakukan ini dalam seminggu.

Ketika aku menyadari hal ini, sekali lagi, aku melompat berdiri dari kursi dengan hantaman keras!

“Uwahh! Sebentar, t-tahan, Takane!! Ini salahku karena terus bermain-main, tapi mari kita pikirkan hal ini dengan tenang! Kekerasan tidak akan menyelesaikan semuanya! Pasti masih ada cara lain ….!”

Terkejut melihat tingkah mendadakku, Pak Tateyama mengangkat kedua tangannya ke atas dan melontarkan kalimat yang terdengar merendah, putus asa mencoba untuk nyawanya.

Di sampingku, Haruka, yang sudah tertidur sambil berpura-pura berpikir, terkejut karenaku, mendadak jatuh dari kursi ke lantai dengan bunyi keras.

“Aku baru saja memikirkan sesuat! Stand target shooting, kita mungkin bisa menariknya keluar!”

“Eh? Oh, benar, target shooting. Tapi bahkan persiapannya perlu kerja keras, kau ngerti? Aku sudah bilang sebelumnya, tapi aku bahkan tak bisa membuat rak buku….”  

“Ah, bukan begitu. Maksudku, kau bisa memprogram, 'kan, Pak guru….!?”

Karena tak mengerti makna dari senyum lebarku, wajah Pak Tateyama memucat.

“A-Ada sesuatu yang terjadi, Takane ….?”

Haruka, yang sedang duduk di lantai di belakang kursinya, berbicara kepadaku dengan air liur di wajahnya, tapi aku memutuskan untuk tidak mempedulikannya.

“Fufufu …. Kita mungkin hanya bisa melakukani ini target shooting. Kau bagus dalam menggambar, benar ….?”

“Eek ….!”

Meski aku tersenyum, Haruka tampak ketakutan, seolah-olah ia baru saja diancam. Mengapa semua orang di sini sangat menyedihkan?

Yah, bukan masalah sekarang jika mereka menyedihkan.

…. Karena aku akan mempekerjakan mereka hingga ke tulang setelah ini.

“O-oi, Takane ….. Jangan-jangan ‘target shooting’ yang kau bicarakan….”

Dilihat dari ekspresinya, sepertinya Pak Tateyama sudah tahu apa yang aku pikirkan.

Bagaimanapun, dalam rangka membuat “target shooting” yang sebenarnya, akan menjadi beban kerja yang sangat berat baginya.

“Fufufu …. Itu benar. Bahkan tanpa menggunakan gergaji atau alat apapun, kita bisa membuat ‘game target shooting’, 'kan? Haruka dapat menggambar semua karakter dan latar belakang, dan kita bisa melakukannya hanya dengan satu hadiah”

Setelah aku menjelaskanya, bahu Pak Tateyama melemah, dan menghela nafas, “Seperti yang kupikirkan ….”

Membuat game hanya satu orang akan menjadi beban kerja cukup besar.

Bagaimanapun, hingga sekarang, dia telah melakukan beberapa hal yang sangat mengerikan. Mempertimbangkan bahwa, dia tidak melakukan usaha yang cukup sama sekali.

“Eh …. ? Kita membuat game!? Sekarang juga!?”

Si santai Haruka tampak terkejut, dan bereaksi tidak seperti biasanya. Tetapi, tidak seperti Pak Tateyama, terkejut karena lebih berusaha mencoba menahan kegembiraannya.

“Itu benar! Haruka, kau akan menggambar semuanya. Kau bisa melakukannya, kan?”

Setelah aku mengatakannya, Haruka menganggukan kepalanya dengan gembira. Ekspresinya sekarang lebih terang dari yang pernah kulihat sebelumnya, memberi kesan yang sangat berbeda dari bagaimana dia biasanya.

“Ini akan berat, tapi kau lakukan yang terbaik. Yah, untuk bagian paling penting, Pak guru akan membuat sesuatu untuk kita.”

“Apa!? Aku!? Kau pikir berapa lama waktu untuk mengerjakan sebuah ga—”

“Kepala sekolah …..”

“Mari kita melakukan yang terbaik dan membuat sesuatu yang baik!!”

Dengan senyum kemenangan, Pak Tateyama berpose dengan jempolnya lagi.

Kata “Kepala sekolah” mantra ini sangat berguna

Tidak ada kesalahan pada kehidupan sekolah dan masa depanku yang akan berhutang budi padanya.

“Hanya ada satu masalah. Apa maksudmu dengan ‘Satu hadiah saja cukup’? Seperti yang diharapkan, kita tidak tahu berapa banyak orang akan dapat menyelesaikan permainan … Apakah kita membuatnya begitu sulit hingga tidak satu orang akan dapat menyelesaikannya? Bukankah itu hanya membuat setiap orang pergi?”

“Jangan khawatir soal itu. Untuk format gamenya, cukup buat game dengan sistem ‘poin’ jangan ‘misi’. Juga, aku ingin bisa untuk 2 pemain.”

“Aku bisa melakukannya, tapi …. Tunggu, apakah maksudnya ….?”

“Benar! Aku akan menjadi lawan dan menantang untuk poin tertinggi dengan penantang. Jika perempuan sepertiku menjadi lawan, semua pembicaraan tentang sulit dan sebagainya akan hilang, iya 'kan?”

Pada giliran kegiatan, ekspresi pucat Pak Tateyama sebelumnya sekarang berubah seperti menderita kekalahan. Itu adalah sama dengan yang aku miliki awalnya. Menguntungkan dirinya.

“Takane akan bertarung? Tapi jika sekali saja kau kalah, maka kita akan kehilangan gamenya setelah itu.”

 “Tidak akan terjadi. Karena aku takkan kalah! Pasti akan meriah ketika aku kalah hanya sekali pada akhir Festival Budaya, dan aku akan menyesuaikan diri ketika saat itu datang.”

Mendengarnya, Haruka membuat wajah yang sangat khawatir. Yah, dia berhak untuk khawatir.

Kita tidak tahun apa yang akan terjadi dengan gamenya, dan ada sedikit kemungkinan aku akan kalah.

Jika aku akhirnya kalah, dan satu-satunya hadiah kami, "spesimen ikan langka (mahal)" diambil, itu berarti acara ini akan berakhir saat itu juga; ini seperti taruhan.

Tetapi, Aku punya “special skill” yang tidak aku beritahu padanya.

…. Yah, tepatnya, ini karena aku tidak ingin memberitahunya, tetapi karena itu, aku menaruh kepercayaan dalam pertaruhan ini. Tapi aku pasti tidak akan memberitahunya—

“Ahh, Haruka, kau tahu apa? Dia ini terkenal secara online. Kau tahu game yang diiklankan di TV, kan? Di mana kau menembak zombie.”

“Ah, Aku pernah mendengarnya. Itu game online, benar ….? Kalau aku ingat, ada turnamen yang diselenggarakan untuk itu….”

“Ya, benar, itu benar. Dia peringkat dua nasional pada turnamen itu.”

Sejenak aku berbicara sendiri, Pak Tateyama tak dapat dipercaya memberitahu rahasiaku.

“Gyaaaaaaaah!! Ke-ke-ke-kenapa kau memberitahunya!? Ti-ti-tidak, itu tidak benar ….!”

Game shooting online yang membunuh zombie, “DEAD BULLET -1989-”. Karena pelayanan dimulai sekitar setahun yang lalu, itu sekarang menjadi game FPS online terkemuka di Jepang karena respon yang luar biasa dari para penggunanya. Dan di game ini, aku adalah pemain yang telah menjadi pemain atas hanya empat jam setelah pertandingan dibuka

Meskipun aku bermain dengan gaya asli sejak pertandingan pertama dimulai, dan telah menjadi begitu terkenal dengan komunitas penggemar dengan beberapa ratus anggota, sebagian disebabkan karena sekelompok teman-temanku, Pak Tateyama satu-satunya yang tahu soal itu.

——Itu, hanya sampai beberapa saat yang lalu.

Aku sangat naif. Sambil mencari teman di dunia nyata aku bisa berbagi game yang sama dengannya, aku terpikat oleh guru ini dan berbicara santai denganna, tapi aku membuat kesalahan yang besar.

Tentang seorang cewek SMA akan mencampakkan semua tempat hiburan lainnya hanya untuk bermain game pembunuhan massal mengerikan. Yaitu “DEAD BULLET -1989-”.

Sejujurnya, jika aku tahu teman sekelas perempuanku begitu kecanduan,  pada tingkat di mana aku akan sangat terkejut sendiri.

Tapi jika diketahui oleh teman sekelas ….

“Takane, itu luar biasa! Nomor dua nasional!? Itu sangat keren! Kenapa kau tidak mengatakan apapun hingga sekarang? Hei, apakah menyenangkan?”

Sepenuhnya aku sedang mengalami konflik di kepalaku, reaksi Haruka sudah jauh mudah menerima dari yang aku duga, dan sebenarnya sangat positif, seolah-olah ia ingin tahu lebih banyak

Tidak, begitu karena dia tidak tahu sifat sebenarnya dari game ini. Jika dia mencobanya, dia pasti mengatakan sesuat seperti, “Uwah lol 

Meski kau seorang cewek, kau suka jenis game yang berlumuran darah? Menyeramkan lolol menjauhlah dariku lololol”.

Aku menatap kembali mata yang tak berdosanya Haruka, Pak Tateyama mendadak tertawa terbahak-bahak dan mengatakan sesuatu yang sangat menggelikan.

“Bukankah bagus, Takane? Kau sedang mencari teman untuk bermain bersama, bukan begitu? Game itu tidak cocok untukku, jadi kenapa kau tak mengajak Haruka?”

“Apa!? Ap-Apa yang kau katakan!? Bukan berarti aku sering bermain ….”

Tidak, itu bohong; Aku terus bermain. Meski aku tidur lebih cepat karena aku mengantuk, sebagai gantinya aku menghabiskan seluruh waktuku bermain sejak aku sampai di rumah pada pukul empat sore sampai empat pagi.

Dan Pak Guru Tateyama, yang sedang tersenyum di depanku, tentu saja, mengetahui semua tentang ini.

“Oh~ Tapi aku pikir kau cukup sering main … Siapa namamu di sana, lagi? ‘Penari Petir …..’”

“Gyaaaaaaah!! Ahhhhh!! Aku akan melakukannya! Aku akan memberitahu kepala sekolah! Tentang semuanya!! Sudah cukup 'kan!?”

“Ahhhhhh!? Apapun itu!! Baiklah, sudah!! Aku minta maaf!!”

Dari sudut pandang orang luar, cara Pak Tateyama dan aku berteriak satu sama lain sambil mengguncang meja mungkin tampak sangat lucu.

Tetapi, dari sudut pandang orang-orang yang bersangkutan, ini adalah pertempuran hidup dan mati.

Ketika kami terus saling melotot selama beberapa detik, tepat ketika Haruka mulai bergumam, “T-tenaglah ….”, bel berbunyi, seakan mengakhiri kebuntuan ini.

“…. Haah. L-Lagipula, aku yakin tak keberatan untuk kita berdua untuk menutup mulut masing-masing.”

“Ya, aku sepakat …. Kau mengerti, 'kan? Jika kau membiarkannya bocor….”

“Kau yang mengatakannya. Jika kau memberitahu kepala sekolah—Kau tahu yang akan terjadi, bukan ….?”

“…. Aku mengerti. Aku akan menjaga kejadian ini untuk diri sendiri …. Namun, jika ini berlanjut lebih jauh, aku takkan membiarkan hal itu …..”

Dengan tawar-menawar yang tidak tampak sama sekali seperti percakapan antara guru dan siswa, hampi seolah mengatakan, “Hari ini, kita akan meninggalkannya begitu saja!”, kegiatan kelas jam pertama berakhir.

“Sekarang …. Yah, aku punya kegiatan juga, jadi kurasa aku akan mencoba menguji beberapa hal …. Kita akan bertemu kembali di sini  selama satu jam berikutnya. Pergilah istirahat atau sesuatu lainnya~”

Ucap Pak Tateyama, dan bersama dengan buku absen di tangannya, dia meninggalkan ruang kelas sambil meregangkan lehernya. Dalam sejenak pintu terbuka, kami dapat mendengar suara langkah kaki murid lain dan suara cerita mereka sambil bercakap.

“Haah …. Kira-kira akan berhasil tidak ya ….”

Usang, aku membiarkan kepalaku ambruk di atas meja, dan saat itu juga, mataku bertatapan dengan Haruka, yang duduk di sampingku.

“… Sejujurnya, aku hanya berkata tanpa pikir panjang, tapi terima kasih Takane, aku pikir akan jadi menyenangkan ….! Aku yakin akan berhasil! Aku akan melakukan yang terbaik!”

Ketika aku melihat ke arah Haruka, yang tersenyum, berpose percaya, Aku merasa pipiku jadi panas untuk beberapa alasan …. Ini mungkin karena aku malu mengenai game online barusan.

——Aku merasa diriku juga sedikit tersenyum.

Aku sadar di suatu tempat bawah garis, aku juga telah menjadi “tipe cewek yang bekerja keras untuk Festival Budaya Sekolah”. Tentunya, senyum ini tidak dipaksakan.

“…. Mengejutkannya, ini tidak terlalu membosankan.”

Bergumam begini, aku mulai berfantasi di kepalaku soal rencana persiapan yang menyenangkan untuk Festival Budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar