Rabu, 23 Juli 2014

Volume 2 Chapter 6 : Yesterday Evening III




Ahh ... Chapter yang penuh FEELS, Haruka :'(

“ Bagaimanapun sebelum matahari tenggelam aku ingin mengatakan padamu, tuhan, tolong lakukan sesuatu!” - MV Yesterday Evening

==========================================================

Kemarin Sore III

Hari pertengahan musim panas.

Di luar jendela langit biru, yang cerah. Dari jarak yang jauh, awan kumulonimbus yang besar dapat terlihat.

“…. Ini tidak berguna, aku tidak bisa mengerti semuanya….”

Dalam ruang kelas, kursus musim panas itu berlangsung.

Haruka sedang melenggang melalui tumpukan LKS di depannya, tapi bagiku, aku hampir tidak dapat melalui pertempuran yang sulit ini karena aku diterjemahkan setiap soal.

Beberapa waktu terlah berlalu sejak Festival Budaya, dan kami menjadi pelajar kelas dua di SMA

Meskipun, seperti biasaya, siswa di kelas ini adalah hanya Haruka dan aku, dan sayangnya, guru wali kelas kami masih Pak Tateyama.

Ketika kami menjadi pelajar kelas dua, materi pelajaran secara bertahap menjadi lebih sulit, dan bagiku, yang sejujurnya tidak terlalu pintar, nilaiku rata-rata terus menurun.

“Huh? Takane, tanganmu berhenti bergerak lagi. Apakah kau ingin aku menunjukkan kepadamu cara untuk mengerjakannya sekali lagi?”

Haruka sudah melakukan hampir sebanyak dua kali karena aku, dan barusan, aku telah merasakan penghinaan karena dia mengajariku masalah yang aku tidak bisa mengerti sama sekali

“Di-diamlah! Aku hampir menyelesaikannya, jadi tenang sedikit!”

Aku mengatakannya dan kembali ke berkonsentrasi pada LKS ku, aku nyaris tidak mengerti apa yang aku sedang tulis.

Meskipun itu matematika, ada bahasa Inggris juga, dan bukannya menjawab, aku menuliskan rumus; yang berantakan.

“Ahaha, maaf, maaf. Itu benar, tidak ada gunanya jika kau tidak bisa mengerjakannya sendiri bila memungkinkan! Semoga beruntung!”

Haruka berpose, dan kembali mengerjakan dengan lancar pekerjaannya.

Sialan …. Tidak bisakah dia tinggal denganku untuk sementara waktu lebih lama?

Ini buruk. Dalam hal ini, aku akan menjadi satu-satunya yang tertinggal di dalam kelas.

Setiapkali Haruka menyelesaikan pekerjaannya, dia selalu menanyaiku “Mau aku bantu?”

Dia mungkin hanya murni berusaha untuk bekerja sama, tapi jika aku memperbolehkan dia membantuku, semua harga diriku akan hilang.

Karena itulah hari ini, tak seperti biasanya, aku menolaknya dengan mengatakan, “Aku ingin melakukannya sendiri, jadi kau cepatlah dan pulang ke rumah!”

Ahh …. Apa yang kulakukan? Liburan musim panasku yang berharga sedang terbuang karena nilai yang buruk dan harga diri anehku.

Awalnya rencanaku adalah untuk bersiap ke turnamen game berikutnya dengan melakukan sebuah kamp pelatihan diri di kamarku, tapi aku tidak akan pernah menyangka bahwa aku akan kehilangan waktu karena sesuatu seperti ini.

“Haah, aku harus bagaimana? Aku merasa sepertinya aku sama sekali tak berlatih …. Dan aku belum login selama dua hari. Mungkin aku harus menyerah saja kali ini …”

Aku mengeluh dan membaringkan pipiku di atas LKS. Di saat yang sama, Haruka bergumam, “Selesai,” dan mulai mengumpulkan kertasnya yang semua jawabannya sudah diisi

“Eh!? Haruka, kau sudah selesai!? Eh,tunggu, kau sudah mau pergi!?”

Dia mengejutkanku karena menyelesaikannya begitu cepat, kata-kata yang keluar dari mulutku terdengar seperti aku akan kesepian jika ia pulang ke rumah. Aku mulai mengoreksi diri, tapi Haruka tidak memperhatikanku, dan meletakkan tasnya di atas meja.

“Ah …. Y-yah, silahkan pergi jika mau. Pulanglah dan lakukan hal-hal konyol. Aku dengan senang hati akan bekerja sendiri di sini.”

Aku memberi alasan berlebihan. Sambil menyilangkan lenganku, namun, Haruka melirik ke samping padaku dan mengatakan “Eh? Tapi aku belum mau pulang,” dan mengeluarkan laptop dari tasnya.

Perlahan-lahan dia mulai, dan setelah itu, ia memasukkan password di layar login dengan kecepatan biasa. Sekali login masuk, bersamaan dengan layar judul game, karakter dengan rambut putih dan kerah hitam, bernama “Konoha,” ditampilkan.

“Ap-apaaa!? Apa yang kau pikirkan!? Apakah kau akan mulai bermain di sini!? Di sebelahku!?”

“Ya! Karena turnamennya akan segera mulai, dan jika aku bermain di sebelahmu, maka kau akan ingin bermain juga dan kau akan menyelesaikan pekerjaanmu lebih cepat, 'kan?”

“Tidak, aku akan terganguuuuu ahhhhhh aku tidak tahan lagi!! Aku juga ingin main!! Berikan padaku!”

“Uwaah! K-kau tidak boleh!! Kau harus menyelesaikan pekerjaanmu, terlebih dulu!”

Itu benar; game yang Haruka mulai mainkan adalah salah satu di mana aku ikut serta dalam turnamen.

Sejak Festival Budaya, Haruka telah memperoleh pengetahuan yang lebih baik, dan mulai memainkan game online ini.

Awalnya, aku pikir dia akan segera bosan, tapi ia malah ketagihan, dan dengan cepat menjadi sangat ahli.

Dia menjadi pemain yang agak terkenal dalam game, dan begitu terampil dia adalah salah satu calon unggulan untuk turnamen berikutnya.

….. Awal semua ini mengarah kembali ke malam Festival Budaya.

            *

“…. Yah, entah bagaimana, itulah Festival Budaya. Menyenangkan pada akhirnya, bukan?”

“Yah begitulah, meskipun, ada terlalu banyak hal yang akan menjadi trauma bagiku ….. Ah! Xiaolongbao ini rasanya sangat enak~”

“Takwame kawu sangwat lwar bwasa hwari iniw.”

“Haruka, itu menjijikan! Telan dulu baru berbicara! Dan Pak guru, kau mengambil keuntungan dari situasi dan minum terlalu banyak!! Sudah berapa banyak!?”

Pak Tateyama, Haruka, dan aku pergi keluar makan malam untuk merayakan berakhirnya festival.

Pada akhirnya, Haruka memakan semua makanan yang ia terima dengan kecepatan menakutkan, dan setelah kami berdua bergegas untuk membersihkan, entah bagaimana kami berhasil merampungkan Festival Budaya

Sambil membersihkan, aku menendang Haruka setiapkali dia memanggilku “Ene,” tapi dia tampaknya tidak mengerti sama sekali mengapa aku marah padanya. Itu begitu menjengkelkan.

Kemudian, hampir seperti dia telah menunggu saat yang tepat, Pak Tateyama muncul, berusaha terlihat keren dan mengatakan, “Pahlawan selalu datang terlambat …..” Seperti yang kulakukan pada Haruka, aku menendangnya mercilessly dan membuatnya membawa kami keluar untuk makan malam sebagai permintaan maaf karena telat.

“Tapi kau tahu~ Itu sangat keren~ Disebut apa lagi? ‘Phantom Waltz—Holy Nightmare— ’? Ketika Ene mengalahkan para musuh satu demi satu ….!”

“Aku beritahu kau untuk tidak pernah mengucapkan nama itu lagi!! Aaaah ….. itu sangat memalukan …..”

Karena restauran China yang kami datangi memiliki jarak yang cukup jauh dari sekolah, sehingga tidak ada murid lain yang datang dari Festival Budaya yang sama.

Aku menempatkan sikuku di sekitaran meja yang tidak ramai oleh tumpukan piring dan menutupi wajahku yang menderita dengan telapak tanganku.

“Hahaha! Jadi pada akhirnya kau menyerah juga, huh! Yah, itu bukan hal buruk, jadi jangan biarkan itu menganggumu—Ene, sakit!”

Aku memukul lengan atas Pak Tateyama dengan keras.

Untuk meredakan kesedihanku, aku meminum orange juice yang berada di hadapanku semuanya sekaligus.

“Itu benar, tidak usah untuk menyembunyikannya! Tapi, kau tahu, nama ‘Ene’ menggunakan huruf pertama dan terakhir dari ‘Enomoto Takane’, benar?”

“Y-ya …. Itu benar … Dan memangnya kenapa?”

“Eh? Oh, tidak, aku hanya pikir itu menarik. Seperti, sebuah nama yang sebenarnya bukan nama asli itu sangat keren~ Aku ingin seperti itu, juga!”

Haruka bergumam sambil menyelesaikan hidangan terakhir (Berapa banyak porsi yang dia makan hari ini?) dan menunggu dengan gelisah untuk selanjutnya.

Tapi, tanpa mengetahui keadaan perutnya sekarang, atau jika mulai sakit, sangat aneh bahwa kecepatan makannya masih belum melambat.

“Terus, bagaimana tentang ini? Sesuatu yang terkait dengan ‘PenariPetir,’ juga—tidak, tunggu!! Maafkan aku, turunkan kepalan tanganmu!!”

Aku membungkam Pak Tateyama dengan ancaman, yang terus mengatakan hal-hal tidak perlu. Akan segera pukul 8:00 malam, tapi karena besok adalah hari libur, kami masih punya banyak waktu.

“Sebuah nama pegangan adalah nama yang kau pikirkan sendiri, jadi kalian berdua, lupakan saja. Itu memalukan ….”

Sebelum Haruka memakan semuanya, aku mengambil beberapa udang cabai merah ke piringku dan menjawab pertanyaan melecehkan mereka sambil mengeluh.

“Mungkin aku harus memikirkannya, juga! Karena namaku ‘Kokonose Haruka’ …. Mungkin akan bagus ‘Konoha’!”

“Ya, ya, bukankah itu sudah cukup bagus? Senang bertemu denganmu, Konoha.”

Jawabku setengah hati hanya untuk membuatnya diam, tapi Haruka sangat senang daripada yang aku duga, dan dengan aneh mendadak bersemangat, “Ohhh! Seperti yang kupikirkan, ini cukup baik ….! Aku akan pergi dengan ini lain kali!”

            *

—Dan itulah bagaimana semuanya terjadi.

“T-tapi itu tidak adil kau bermain terlalu sering!! Milikmu tidak ada masalah … Bahkan aku benar-benar ingin bermain sekarang!”

“Itu salahmu sendiri, Takane~ Lagipula, aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku. Setelah kau selesai, kita bisa bermain bersama, jadi kerja keraslah, oke?”

Jelas bahwa apa yang dikatakan Haruka itu wajar, tapi aku hanya bisa membuat alasan seperti anak kecil, seperti, “Tapi …” “Oh, ayolah ….”

Dan juga, aku menyadari sesuatu yang baru perbedaan antara aku, yang punya nilai buruk dan malas, dengan Haruka, yang sebenarnya tidak butuh kursus musim panas karena dia sungguh fokus pada pelajarannya.

Itu benar, Haruka datang ke kursus musim panas bukan karena nilai yang buruk. Dilihat dari cepatnya  dia mengerjakan tugas, itu saja mungkin menjadikannya peringkat atas di kelas.

Perilakunya di kelas, tentu saja, sangat baik, dan dia tidak membutuhkan bimbingan. Namun, kekurangan Haruka adalah pada hal yang sangat penting “hari kehadiran.”

Pada Desember akhir tahun, Pak Tateyama dan aku telah diundang ke pestal Natal yang Haruka rencanakan semuanya sendiri.

Karena itu juga hari ulang tahunnya, seingatku aku pergi keluar membeli hadiah untuk mengejutkannya.

Dengan uang sakuku yang sedikit, aku melakukan yang terbaik untuk menyimpan cukup uang, dan meski itu menyedihkan untuk menghabiskan tabunganku, aku entah bagaiamana terhibur dengan membayangkan bagaimana senangnya Haruka akan menerima hadiahku.

—Tapi, pada hari yang bertepatan dengan pesta, Haruka terkena serangan dan pingsan.

Untungnya, karena dia dilarikan ke rumah sakit segera, jadi tidak terlalu serius.

Pada waktu itu, Pak Tateyama dan aku sedang tengah-tengah bergegas untuk membuat sekitar lima porsi makanan bernilai murah, tapi meskipun demikian, Haruka masuk rumah sakit sejak itu.

Dia keluar setelah seminggu, pada akhir liburan musim dingin, dan setelahnya datang ke sekolah dengan cukup sehat, tapi sebulan kemudian, dia terkena serangan lagi.

Kali ini, kondisinya tidak segera membaik, dan ia tidak bisa meninggalkan bangsal selama sebulan.

Tapi daripada mengkhawatirkan kesehatannya, Haruka malah khawatir pada game online yang ia telah kecanduan saat itu dan terus bilang padaku, “Saat aku keluar, aku harus segera latihan.”

Setelah itu, kami berdua naik ke kelas berikutnya, tapi kesehatan Haruka melemah, dan ketika itu menjadi sangat buruk artinya dia harus dirawat di rumah sakit, dia sangat sering absen dari kelas.

Dan juga, sekarang ini, dia menghadiri kursus musim panas untuk menambal kehadirannya yang tidak cukup.

Haruka tidak mengeluh, dan malah mengatakan, “Jika aku menghadirinya dengan Takane, itu sungguh menyenangkan,” tapi aku bertanya-tanya bagaimana perasaannya yang sebenarnya.

—Aku … tidak bisa memahaminya dengan baik.

“Ah, ada senjata baru! Mungkin karena turnamennya akan segera mulai? Hmm, ‘mungkin aku harus membelinya~ ….”

Haruka menatap penuh semangat pada layar tampilan, dan bahkan aku tidak bisa merasakan sedikitpun tanda depresi darinya.

Tidak, kalau dipikir-pikir, aku tidak pernah melihatnya depresi.

Bahkan saat hanya aku teman sekelasnya, atau ketika kelas kami adalah satu-satunya yang harus duduk di luar dan menyaksikan ketika sekolah kami kehadiran atlet, atau bahkan saat dia dirawat di rumah sakit dan tak bisa datang ke sekolah; dia selalu tersenyum.

Dan selalu, selalu, terkejut oleh itu, aku marah pada senyum Haruka …. Dan juga, aku terpikat olehnya.

“Hei, Haruka …”

“Eh? Apa? Oh, t-tunggu sebentar, oke? Pertempurannya akan mulai!”

Tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar, Haruka sangat mengobarkan pertempuran.

Caranya bermain game sambil bergumam pada dirinya sendiri hampir seperti anak yang tak berdosa.

…. Tapi, dia benar-benar cowok yang periang. Sesungguhnya, tidak bisakah ia selesai lebih lama hingga ia bisa menemaniku untuk beberapa saat lagi?

Aku menghela nafas, dan menatap LKS ku lagi, tapi karena suara tembakan tepat di sebelahku, aku sejujurnya tidak bisa konsentrasi.

Apanya yang  “selesai lebih cepat”? Bukankah malah memiliki efek berlawanan dengan mengalihkanku?

Aku melotot ke padanya, berharap untuk mengusirnya pergi, tapi seperti biasa, dia tidak memerhatikanku sama sekali, dan kemarahanku dengan cepat berangsur hilang.

Kehilangan motivasi untuk mengerjakan pekerjaanku, kusandarkan daguku di tanganku dan memutar pensil mekanikku, dan mendadak, aku memikirkan ide yang bagus. Berdiri, aku merogoh tasku di sisi meja dan mengeluarkan headphone-ku.

….. Jika aku pakai ini dan bersikap kasar, hingga dia mungkin menjadi tidak sabar dan berhenti bermain game.

Ketika orang-orang membenamkan diri dalam dunia mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka mulai melakukan sesuatu, mau bagaimanapun mereka pasti merasa kesepian. Sama untuk cowok ini.

Memasang headphone-ku, aku menancapkan ujung kabel ke ponsel di sakuku.

Meski aku mencoba memikirkan apa yang harus aku dengarkan, tak ada musik tertentu yang aku ingin ddengar, jadi aku hanya menyalakan fitur radio, dan seperti yang diharapkan, backgrond music yang akan cocok untuk minum teh sore mulai bermain.

Sama seperti itu, aku memalingkan wajah dari Haruka, dan membaringkan kepalaku di meja, aku menutup mataku dan mendengar radio.

Jika aku melakukan ini, Haruka akan sadar dan mungkin mencoba berbicara padaku. Dan ketika itu , aku akan memberitahunya, “Aku sibuk mendengar radio sekarang, jadi bicara padaku nanti saja.”

Itu strategiku yang sempurna. Menyakinkan ini, aku menyeringai.

…. Tapi, bahkan dengan berlalunya waktu, Haruka tidak mencoba berbicara kepadaku.

Untuk beberapa menit pertama, aku menyakinkan diriku, “Yah, sedikit lagi, dan dia akan mengatakan sesuatu,” dan tidak berpaling melihat Haruka.

Namun, setelah beberapa menit lagi, aku mulai dikalahkan kelemahan ketidaksabaranku sendiri.

…. Lama. Terlalu lama.

Aku tidak lagi mendengarkan musik dari radio, dan sekarang berjuang melawan keinginanku sendiri untuk berbalik.

Setelah sekitar dua puluh menit, aku terlalu cepat mencapai batasku.

“Ah, ahhh~ Ini sangat membosankan~ Apa sebaiknya aku pulang ke rumah saja~”

Meskipun yang kali ini adalah dari kemauanku, gumamku tanpa berbalik.

Perlahan aku mulai untuk merasa malu karena sikapku yang belum dewasa.

Sialan. Kenapa aku harus memikirkan hal-hal ini untuk cowok itu?

Dan, juga dia adalah salah satu yang harus disalahkan. Terlalu kejam untuk dia terus mengabaikanku bahkan setelah begitu banyak waktu telah berlalu.

Atau apakah itu karena aku yang tidak menarik ….?

Ketika aku memikirkannya, aku menjadi gelisah karena alasan tertentu, dan ingin melihat apa yang Haruka lakukan apakah ia masih tak berusaha bicara padaku.

Pada dorongan mendadak, aku melupakan tekadku dan duduk. Melepaskan headphone-ku, aku menatap ke arah Haruka.

“Hei! ..… Haruka?”

Setelah melepaskan headphone-ku, dunia tanpa musik yang dipenuhi hanya dengan background music dari game.

Suara menembak terhenti, dan aku tidak bisa mendengar suara konsol digerakkan.

—Tangan Haruka berbaring terkulai lemas, dan dengan kepala tertunduk dan menggantung ke bawah ….. Dia terdiam.

“H-Haruka!”

Segera, aku yakin bahwa ada yang tidak beres. Beranjak dari kursiku, aku mengguncang tubuh Haruka.

Namun, ia tidak menanggapi; bahu yang kusentuh terasa dingin, sangat dingin. Rasanya seperti pikiran dan jiwanya telah pergi ke suatu tempat, dan hanya tubuhnya yang tertinggal.

Pikiranku benar-benar kosong. Kedua lututku mulai bergetar, dan air mata mulai keluar karena rasa takut.

“Tidak ….. ini—ini tidak mungkin…..! S-seseorang!! Apakah ada seseorang di sini!?”

Sambil memegangi tubuh lemas Haruka, aku berteriak ke arah pintu yang menghadap koridor.

Namun, tidak ada jawaban. Sepanjang liburan musim, bahkan walaupun ada beberapa orang di sekolah, dengan di mana kelas ini terletak, tidak mungkin bahwa akan ada orang di sekitar.

“Tolong, seseorang …. Siapapun, kumohon tolong …..!!”

Aku tidak bisa lagi melakukan sesuatu yang masuk akal. Semua yang bisa kulakukan adalah hanya memegang tubuh tak sadar Haruka dan gemetar

Jika aku pergi sekarang, aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi, dan terasa seperti dia akan pergi ke suatu tempat yang jauh.

“Kumohon, Tuhan …..!”

Saat aku berdoa, pintu ruang kelas terbuka.

Seorang pria yang akrab dengan jas putih datang ke arahku dan bergumam, “Tidak apa-apa,” dan

—Perlahan merangkul Haruka dengan lengannya.

            *

Ketegangan di ruang tunggu rumah sakit.

Kadang, kami akan mendengar suara langkah kaki berlari para perawat, dan setiap kali, bahuku bergetar.

Haruka telah dibawa ke Rumah Sakit Umum yang telah dibangun di atas bukit beberapa bulan sebelumnya.

Pak Tateyama dan aku adalah satu-satunya yang duduk pada bangku panjang di depan ruang gawat darurat.

Saputangan yang kucengkeram sudah basah kuyup, tapi walau begitu, air mata terus tumpah dari kedua mataku.

“….. Pak guru …. Haruka …. dia akan bangun, 'kan? …. Dia akan sehat lagi, 'kan?”

Aku menanyai Pak Tateyama pertanyaan ini sudah berkali-kali.

Aku tahu bahwa itu mungkin akan hanya merepotkan untuknya.

Namun demikian, Pak Tateyama tersenyum dan mengatakan, “Dia berusaha sebisanya juga, jadi aku yakin akan baik-baik saja,” dan menepuk punggungku.

Sebelumnya, ketika aku pernah dirawat di rumah sakit di suatu tempat, apakah nenekku merasa seperti ini saat ia duduk di ruang tunggu?

Rasanya seperti berjalan melalui sebuah terowongan tak berujung sambil melihat ke bawah.

“Ini akan baik-baik saja.”

Meski aku mencoba mengatakannya pada diriku sendiri, ketakutan ini tidak mau pergi, dan mau tak mau aku malah membayangkan hal terburuk.

Kalau saja aku sadar lebih cepat waktu itu, sesuatu seperti ini mungkin tak akan terjadi.

Karena kesombongan bodohku sendiri, Haruka telah menderita sendiri.

Sampai-sampai dia kehilangan kesadaran, Haruka mungkin telah meminta pertolongan padaku.

Tapi aku ….. aku …..!

Aku tidak pernah membenci diriku seperti yang aku lakukan sekarang.

Air mata yang jatuh di tangan yang sedang memegang sapu tangan membuatku sadar bahwa mereka telah terbentuk menjadi tetesan.

—Itu benar. Jika aku begitu tak berguna, aku tidak punya hak untuk berada di sisi Haruka, atau bahkan hak untuk khawatir tentangnya.

Apa yang akan kukatakan padanya ketika dia bangun?

Sesuatu seperti, “Aku bersyukur kau baik-baik saja, aku sangat khawatir”?

Satu-satunya yang penting bagiku adalah diriku. Berpura-pura seperti aku selalu berpikir tentang dia hanya di saat seperti ini, dan berpikir bahwa aku hanya bisa memuluskan dan menyelesaikan segala sesuatu begitu saja.

Jika Pak Tateyama tidak bergegas datang, aku tidak akan bisa melakukan apapun.

Aku tak berdaya; bukan apa-apa kecuali orang yang egois.

Tanda yang menyala ruang gawat darurat dimatikan

Pintu otomatis terbukan, dan dokter yang ditugaskan untuk menangani Haruka keluar mengenakan jubah operasi

Pak Tateyama berdiri, bergegas menghampiri dokter dan mulai mengalami semacam percakapan, tapi aku tidak bisa lagi bergerak karena kecemasan dan ketakutanku.

Aku tidak bisa menangkap apa yang mereka katakan, baik, dan hanya mengamati saat mereka berbicara.

“…. Aku paham. Tolong …. Aku serahkah sisanya di tangan Anda.”

Pak Tateyama menundukkan kepalanya. Sang dokter bergumam dua atau tiga kata, dan menghilang di ujung koridor.

“P-Pak guru…. Bagaimana Haruka ….?!”

Kemudian duduk dan dengan kepala masih mengeruh, aku mencengkeram di ujung mantel putih Pak Tateyama. Ketika aku menanyakan hal ini, dia menjawab dengan ekspresi sedikit lega.

“…. Tampaknya dia masih tidur sekarang, tapi ia hanya nyaris tidak berhasil.”

Pak Tateyama menjatuhkan diri di kursi sebelahku.

Keringat manik-manik di dahinya bergulir ke kerah jas putihnya.

Hanya mendengarnya cukup membuat hatiku tenang

Haruka masih hidup. Hanya mengetahui itu saja membuatku sangat senang bahwa tidak ada lagi masalah.

Tapi, tiba-tiba aku teringat senyum Haruka, aku punya perasaan aku takkan pernah melihatnya lagi, dan dadaku terasa sangat sakit.

 …. Mungkin bahwa dia tidak ingin melihatku lagi.

Dia mungkin akan membenciku karena tidak melakukan apa-apa sewaktu dia kesakitan.

Jika dia sadar hari ini, wajah seperti apa yang akan dibuatnya ketika ia menatapku?

Aku merasa sangat, sangat takut ketika memikirkan ini..

“….. Pak guru, aku … pergi untuk mengambil barang-barang Haruka ….”

“Hm? Ahh, kalau dipikir-pikur, kita meninggalkan dompet dan ponsel dan semua miliknya tadi ….. Tunggu, kau tidak apa-apa pergi sendiri?”

“Aku tidak apa-apa …. Pak guru, jika Haruka bangun, tolong tetap berada di sisinya.”

Seperti yang aku katakan, aku berdiri dan menuju pintu keluar rumah sakit.

Aku melarikan diri dari apa? Lagipula, aku hanya harus pergi dari sini.

Saat aku meninggalkan pintu keluar di ujung koridor, tubuhku diselimuti oleh udara hangat di luar.

Meskipun aku merasa ingin menangis lagi setelah aku sendiri, aku memakai headphone yang menggantung di leherku dan berjalan tanpa melihat ke belakang.

            *

Pada saat aku tiba di sekolah, itu sudah benar-benar sore hari.

Dibandingkan dengan siang hari, teriakan jangkrik telah berkurang, dan suhu juga telah menurun, sebagian besar.

Namun, mungkin karena aku datang terburu-buru, kemeja seragamku berkeringat, dan menempel di punggungku.

Mengganti menjadi sepatu indoor dan keluar ke koridor, aku menghadap menuju sisi kanan koridor yang menuju ke kelas

Dibandingkan tadi pagi, sekolah lebih sunyi dari sebelumnya. Setelah hanya satu jam lebih, mungkin akan menjadi sangat gelap di sini.

Kalau dipikir-pikir, akan sudah setahun sejak hari Festival Budaya itu, ketika koridor yang sama ini telah dibanjiri dengan kerumunan orang.

Fans aneh berkumpul dan bersamaan dengan pertemuan dengan seorang anak perempuan seperti hantu, hari itu sungguh benar-benar gaduh. Haruka menjadi kecanduan game online sejak itu, dan fakta bahwa aku memiliki teman perempuan pertamaku, juga karena hari itu. Dan ….

“Ah, Kak Takane, sudah lama ya. Ada apa?”

Aku dihentikan oleh seseorang yang tiba-tiba memanggilku, dan aku melepaskan headphone-ku.

Ketika aku berbalik, berdirilah seorang cewek yang mengenakan scarft merah, meskipun sekarang pertengahan hari musim panas.

“Ahh, Ayano. Sudah lama tak bertemu. Tunggu, kenapa kau ada di sekolah?”

Ketika aku menanyakan hal ini, Ayano mengucapkan dengan tenang “Yah ….” disertai dengan sikap malu-malu.

Untuk sesaat, aku tidak mengerti artinya, tetapi ketika aku memikirkannya, Ayano tidak memiliki kegiatan ekstrakurikuler, sehingga hanya bisa ada satu alasan kenapa dia datang ke sekolah.

“… Mungkinkah kau juga menghadiri kursus musim panas? Meskipun kau kelas satu?”

“Yes, itu benar, karena nilaiku benar-benar begitu buruk ….”

Ayano menghadap ke arah lain dan tertawa aneh.

Aku bertanya apakah nilai Ayano telah benar-benar menjadi begitu buruk sejak terakhir kali aku melihatnya.

“… Tampaknya menyakitkan. Aku bisa mengerti.”

“Ah, ngomong-ngomong, ayahku mengatakan Kak Takane juga menghadiri kursus musim panas, jika aku ingat ….?”

… Guru itu berbicara tentang hal-hal yang tidak perlu terlalu banyak. Itu tidak boleh berpikir baik saja untuk mengatakan apa pun, hanya karena dia putrimu sendiri.

“Y-yah, bagaimana kalau kita tidak usah membahas itu? Karena hanya akan menyedihkan untuk kita berdua …. Ah, oh ya, anak itu tidak ada ya?”

Aku melihat sekeliling, mencari orang dengan perilaku yang tak menyenangkan itu tak berada di sini.

Namun, tampaknya petunjukku tidak terjawab.

“Maksudmu Shintaro? Tidak, dia sangat pintar, sehingga tidak mungkin untuknya mengambil kursus musim panas ….”

Saat topik Shintaro dilontarkan, nada suara Ayano terangkat sedikit. Dia adalah seorang cewek yang benar-benar mudah dipahami.

“Ahh, benar, dia pintar. Pasti sulit untukmu, 'kan, Ayano? Harus melihat orang egois itu sesudahnya. “

“Eh~? Itu tak benar. Saat kau mencoba berbicara dengannya, sebenarnya dia orang yang baik. Dia hanya sedikit malu.”

Ayano mengatakannya dan tersenyum ceria.

Ahh, cewek ini akan memiliki beberapa masalah di masa depan karena kepribadiannya. Aku hanya bisa melihat itu sebagai anak nakal egois, tapi baginya, dia tampak melihatnya sebagai orang yang manis.

“Aku mengerti. Yah, akan lebih baik jika ia sedikit lebih sopan ….. Sejujurnya. Memiliki gadis seperti Ayano di sampingnya, ia pasti menjadi cowok manja dan bahagia.”

Saat aku mengatakan ini, untuk beberapa alasan, ekspresi Ayano menjadi sedikit murung.

Apakah aku mungkin mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya?

Meski itu bukan niatku sama sekali.

“…. Tidak, aku tidak baik untuknya. Dia membutuhkan seseorang yang bahkan lebih egois darinya, seseorang energik untuk menarik dia bersamanya…. Yang aku lakukan hanya mengikutinya sepanjang waktu. Aku tidak bisa melakukan apapun ….”

Ayano tertawa canggung dan menggaruk kepalanya. Tidak, tunggu sebentar, tidak mungkin ada di dunia ini orang yang lebih egois daripada cowok itu. Seorang yang mementingkan diri sendiri, pemarah, dan sulit dipahami yang tampaknya menyembunyikan sesuatu. ….. Sebentar—?

“Ada~ …..”

“Eh? Apakah kau mengatakan sesuatu?”

“Ah, oh, tidak!! Tidak ada!! Aku hanya bicara sendiri! Lagipula Ayano, maaf karena menahanmu. Kau harus pulang ke rumah segera, 'kan?”

Aku mengayunkan tanganku dengan isyarat untuk menyuruhnya pulang.

“Ahh, tidak kok, senang bisa berbicara denganmu. Itu benar … Aku berpikir sudha waktunya untuk pulang ke rumah, jadi jika kau juga, sebaiknya kita pulang bersama-sama, Kak Takane?”

“Ah, yah …. Hari ini, kau tahu, Haruka pingsan. Pak guru sedang bersama dengannya di rumah sakit, jadi aku harus pergi dan membawakan barang-barangnya …..”

Setelah aku mengatakan hal ini, Ayano tersentak sedikit dan menundukkan kepala.

“A-aku minta maaf! Aku menghentikanmu tanpa mengetahui tentang hal itu. Kau harus pergi secepat mungkin, kan? Apakah kondisi Kak Haruka baik-baik saja ….?”

“Ah, tidak, tidak apa-apa! Dia masih belum sadar, tetapi tampaknya nyawanya tidak terancam, dan selama Pak guru ada di sana, dia akan baik-baik saja. Dan … bahkan jika aku kembali, aku hanya akan menjadi beban, jadi ….”

Kata-kata yang aku akhirnya lontarkan keluar terdengar sangat melemahkan diri, dan entah kenapa, dadaku mulai terasa sakit.

Mengapa aku akhirnya mengatakan sesuatu seperti itu? Itu tak ada hubungannya dengan Ayano.

“…. Kak Takane, apakah ada sesuatu yang terjadi? Aku yakin bahwa Kak Haruka tidak akan berpikir bahwa kau adalah beban.”

“Ya …. tapi tak ada gunanya. Aku tak tahu harus bagaimana menatapnya … Itulah mengapa, jika aku bisa, aku hanya ingin memberikan barang-barangnya kepada resepsionis dan pulang ….”

Aku tidak bisa mengambil keputusan. Itu bukan apa yang ingin aku lakukan.

Aku mendongak, dan melihat bahwa Ayano nampak berbeda dari biasanya yang lembut. Pipinya sedikit mengembung, dan dia memiliki ekspresi hampir marah.

Ini adalah pertama kalinya aku melihat dia dengan wajah itu, dan itu mengejutkanku.

“Kak Takane. Kau tidak jujur dengan perasaanmu. Bahkan walau kau sudah memutuskan apa yang ingin kau lakukan, kau takut, jadi kau membuatnya menjadi kesalahan Kak Haruka, iyakan?”

Ditatap oleh Ayano, aku kalah dalam pertempuran mental.

“T-tidak, itu tidak ….”

“Tidak, memang itulah. Jika kau bertemu Kak Haruka, kau harus berbicara padanya dengan jujur. Juga ….”

Seolah-olah mengingat sesuatu, Ayano terhenti dan membuat wajah yang murung.

Sebelum berbicara kata-kata selanjutnya, dia menghirup sedikit, napas dalam-dalam.

“…. Bahkan ketika kau ingin mengatakan sesuatu, ada kalanya kau tidak akan memiliki kesempatan untuk itu. Namun, jika itu sekarang, Kau pasti akan dapat menceritakan perasaanmu yang sebenarnya. Jadi tolong beranilah sedikit.”

Setelah mengatakannya, ekspresi lembut yang biasa kembali ke wajah Ayano.

“Ayano ….”

“Yah, jika kau ditolak, aku akan di sampingmu untuk menghiburmu! Aku permisi dulu.”

Aku jatuh ke dalam perasaan sedikit depresi, tapi wajahku menjadi panas karena kata-kata Ayano dan perasaan itu tertiup pergi.

Aku sangat malu untuk langsung memberi tanggapan, dan Ayano sudah pergi menuju ke arah lemari sepatu.

“Ap-apa ….. ah …. Dia pasti memberitahuku ….”

Ayano menghilang dari pandanganku. Bahuku merosot, dan sekali lagi, aku mulai berjalan menuju Ruang Persiapan Sains.

…. Perasaanku yang sebenarnya.

Karena aku begitu terbiasa menipu diriku, bahkan aku tidak yakin apa perasaanku lagi.

Itu terlalu sulit bagiku. Aku tidak tahu apa yang ingin aku lakukan.

Jika kami bisa terus menghabiskan waktu bersama di kelas yang sama seperti yang telah kami lakukan, itu sudah cukup.

Kalau begitu, maka bukankah akan baik-baik saja jika tidak mengatakan apapun yang akan membuat hal-hal menjadi rumit, dan tetap seperti ini?

——Dalam hatiku, ada sesuatu semacam konflik.

Ya, ini selalu begitu.

Aku selalu melakukan ini, tanpa mengatakan apapun, dan telah bersama-sama dengan dia seperti ini sampai sekarang.

Tapi, apakah baik-baik terus seperti ini ….?

Saat aku memikirkan hal ini, pintu dari Ruang Persiapan Sains mulai terlihat.

Ya, ketika aku membuka pintu ini setiap hari, yang akan menjadi awal hari yang merusak saraf.

Menghirup napas dalam-dalam, aku membuka pintu.

“Takane, selamat pagi.”

Saat aku berkedip …. Aku merasa seperti dia berbicara padaku, tapi dalam ruang kelas yang kosong, hanya ada game setengah selesai dan segunung buku bertumpuk di meja.

Hatiku berdebar keras.

Mungkin itulah apa yang aku telah cari.

Aku berbalik menuju ke koridor sekali lagi.

Aku akhirnya mengerti ….!

Hal yang selalu ingin aku katakan padanya, aku sudah tahu.

Jika sekarang, aku akan mengatakannya.

Ya, jika sekarang, pastinya ….!

Dengan perasaan yang meluap dari dadaku, aku menendang kaki di tanah untuk pergi ke tempat itu sesegera mungkin——

…. Setidaknya, itulah yang seharusnya kulakukan.

Mendadak, dinding dari koridor terdistorsi dan lantai menyusun menarik wajahku pada momentum yang luar biasa.

Dengan dampak seolah-olah sedang terbanting, tubuhku roboh ke lantai

“Ah ….. ha ….. a— …. !!”

Aku tidak bisa bernafas dengan benar.

Berusaha menggerakkan tubuhku, dengan baik, aku hampir tidak bisa menggerakkan jariku.

…. Kenapa—Kenapa di saat ini ….!

Rasa takut yang aku sudah lupa mulai mengambil alih pikiranku.

Dan di waktu yang sama, sebuah rasa ngantuk yang tidak masuk akal mulai mengambil kesadaranku.

…. Tidak. ….. Tidak!

Berusaha melawan, dengan kesadaranku secara bertahap memudar,

Aku akhirnya melihat dengan kedua mataku, bayangan dari seseorang yang berdiri di ujung koridor.

——Mengapa orang itu di sini?

Meskipun tidak seharusnya.

Bahkan tanpa bisa memastikan siapa dia, akhirnya batas waktu semakin dekat.

Tiba-tiba, aku mengingat kata-kata Ayano, “Bahkan ketika kau ingin mengatakan sesuatu, ada kalanya kau tidak akan memiliki kesempatan untuk itu.”

Aku benar-benar bodoh. Meski aku hanya ingin mengatakan sesuatu yang begitu sederhana, aku membutuhkan terlalu banyak waktu.

Dalam kesadaranku mulai memudar, sampai saat-saat terakhir, aku terus mengucapkan kata-kata itu.

“——Haruka, aku mencintaimu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar