Rabu, 30 Juli 2014

Volume 5 Chapter 5 : Night-Talk Deceive III




Pembicaraan Malam Menipu III

Suasana yang aneh memenuhi seisi mobil

Berkat pendingin udara mebuat suhu bertahan pada kisaran yang nyaman, tidak adanya percakapan santai membuat situasi ini menjadi sangat tidak menyenangkan. 

Satu-satunya tanda kehidupan di dalam mobil ini disediakan oleh bayangan berirama berkedip-kedip oleh tiang telepon di pinggir jalan. 

Diam-diam untuk menghindari pertanyaan bibi, aku mendesah pelan.

Aku tidak terlalu baik pada perjalanan dengan menggunakan kendaraan bergerak. Yah... mungkin “tidak terlalu baik” telalu meremehkannya. Sebuah pernyataan yang besar.

Jika gerakannya halus, seperti melihat-lihat, aku akan baik-baik saja, tapi mobil dan bus adalah kutukan akan keberadaanku. 

Mungkin karena aku jarang memiliki kesempatan untuk menaikinya, tapi mungkin benar-benar ada sesuatu yang salah dengan telinga batinku.

Omong-omong, pernah sekali ketika Ibu secara spontan membawaku untuk menaiki sesuatu yang disebut "roller coaster." Itu menjadi pengalaman yang mengerikan bagiku.

Berkecepatan tinggi, liku-liku ... Jujur, kupikir hal itu tidak ada gunanya dan buang-buang waktu.

Selama perjalanan, aku merasa sesuatu yang mengerikan bergelombang naik dari dalam diriku, dan aku menguatkan dirikuu dengan pikiran "Aku lebih baik mati daripada malu karena muntah." 

Untungnya, skenario terburuk tidak pernah terjadi, dan aku tidak akan pernah ingin menaikinya lagi selama sisa hidupku. 

Pokoknya ..., sudah hampir empat puluh menit sejak kami meninggalkan rumah.

Mobil melesat ke depan, menuju sarana fasilitas khusus yang akan menjadi rumah baruku sekarang.

Adapun alasan mengapa bisa menjadi seperti, aku bisa memikirkan beberapa, tapi penyebab utama mungkin karena apa yang terjadi beberapa hari yang lalu.

Sejak aku pertama kali menggunakan kekuatanku, Bibi terang-terangan menghindariku. Tentu saja, aku tidak pernah bercerita tentang kekuatanku, mereka juga tidak perenah mengetahuinya.

Namun, Bibi tampaknya salah paham dan membuatnya menjadi ruwet. Sejak hari berikutnya, rumah yang mewah dipenuhi orang yang menyatakan diri sebagai paranormal dan pengusir setan.

Meskipun semua yang mereka katakan hanya terdengar seperti bualan mistis, Bibi tampaknya pada percaya mereka, dan sepenuh hati mempercayai kebenaran kata-kata mereka.

Dan seperti yang diharapkan, aku menjadi "akar dari kedatangan setan," dan setelah itu mudah untuk dibayangkan.

Tapi sekali lagi, aku telah berencana untuk pergi jika aku menyebabkan kesulitan untuk keluargaku. Lagipula, aku tidak punya keterikatan emosional dengan mereka.

Aku hanya merasa bersalah.

Masalahnya yang aku sebabkan tidak akan mudah diselesaikan, terutama dengan usahaku sendiri. 

Meskipun aku merasa harus menemukan cara untuk mengkompensasi perbuatanku, sama sekali tidak ada yang muncul dalam pikiran. 

Saat aku mendesah sekali lagi, gemuruh mesin berhenti seiring dengan gerakan mobil. 

Aku melihat ke sekeliling, tapi Bibi segera berkata kepadaku, "Cepat, turun. Kita sudah sampai. "Karena itu, aku membuka pintu dan melangkah keluar. 

Di luar mobil, kami disambut dengan gedung berwarna krem yang besar. Mungkin ini "fasilitas" yang Bibi bicarakan. 

Menurutnya, tampaknya ini menjadi tempat yang merawat anak-anak yatim piatu sepertiku. 

Saat ia menjelaskan kepadaku, dia keluar dengan senyum terpaksa, mengatakan bahwa aku akan lebih bahagia jika aku tinggal dengan anak-anak seusiaku.

Tapi, menurutku ... tidak ada yang lebih merepotkan dari berinteraksi dengan anak-anak seusiaku.

Selain itu aku tidak pernah punya teman sejati sejak lahir, rumah di depan mataku tampak tidak berbeda dari kebun binatang. 

Aku menutup pintu mobil, dan Bibi menguncinya dengan klik sebelum melihat ke arah jam tangannya.

"Aku akan pergi berbicara dengan pengurusnya. Tunggu di sebentar, oke?"

"Huh? Ah, oke."

Bibi dengan cepat menghilang masuk ke dalam gedung, meninggalkanku berdiri di sini sendirian. 

Setelah merasakan suhu hangat dari mobil, aku tiba-tiba merasa kedinginan.

Meskipun tadi aku tidak terlalu memikirkannya, aku mulai merasa sedikit sedih.

Saat aku terjebak dalam perasaan berkabut ini, selanjutnya angin dingin yang membuat suhu tubuhku turun lebih jauh. 

"D-dingin sekali ... Berapa lama aku harus menunggu di sini, sih?" 

Tidak terlalu tangguh secara fisik, aku akhirnya mulai menggigil karena kondisi dingin. 

Tidak masalah jika Bibi kembali dalam beberapa menit, tetapi jika aku harus menunggu sepuluh atau dua puluh menit lebih, itu akan menjadi hal yang berbeda. 

Omong-omong, jika Bibi akan masuk sendiri, mengapa aku harus keluar dari mobil? Logikanya sedikit aneh. 

Bahkan jika aku ingin kembali ke mobil, Bibi sudah mengunci pintu, jadi itu tidak mungkin.

Tapi jika aku terus berdiri di sini tanpa melakukan apapun, aku akan membeku sampai mati.

Aku sedikit berjalan-jalan di tempat, tapi panas menolak untuk tetap berada di tubuhku, dan terus perlahan-lahan menghilang bersama dengan menit yang berlalu.

"...... Tidak, tidak, ini tidak baik, ini terlalu dingin ...! Aku benar-benar akan mati jika terus seperti ini ...!" 

Aku bergumam sia-sia sambil melirik di sekitar. Tapi tentu saja, aku tidak akan begitu beruntung bisa menemukan pemanas entah dari mana begitu saja.

Jika aku tahu ini akan terjadi, aku akan memakai sesuatu yang hangat. Meskipun aku tidak  punya apa-apa seperti sebauah jaket atau apa pun, tapi setidaknya sepasang sarung tanganlah ... 

Saat aku tengah melamun, sebuah syal tiba-tiba muncul di depan mataku, seolah-olah telah disodorkan ke arahku. 

Aah ... Pada situasi yang putus asa ini, siapapun bisa menjadi penolong. Ketika aku akan menerima syal itu dengan ekspresi sukacita, aku menyadari keganjilan dari situasi. 

Dalam sekejap mata ... benar-benar, dalam waktu kurang dari sekejap, seseorang tiba-tiba muncul tepat di depaku.

"Uwaaaaaah!" Aku mengeluarkan jeritan keras, tanpa sadar mundur beberapa langkah kembali.

Setelah mundur sedikit, aku sudah bisa melihat bahwa siapakah orang mengulurkanku syalt adalah seorang anak permepuan, tampaknya seusia denganku.

Dia memakai sepasang penghangat telinga besar berwarna ungu dan mantel yang terlihat sangat hangat. Figurnya hampir terlihat sempurna, kecuali rambut pendeknya yang berantakan, karena dibelai oleh angin.

Awalnya dia hampir terlihat seperti seorang anak lelaki, tapi dilihat dari rok yang dikenakannya, dia harusnya seorang perempuan.

Perempuan berambut pendek itu sedikit terkejut saat aku mundur, dan segera menatap tajam dengan mata marah.

"Aku hanya berusaha bersikap baik…"

"Eh…"

Saat aku berusaha mencari jawaban yang tepat, perempuan yang sebelumnya terlihat kecewa itu kemudian dengan marah mengatakan, “Akan menjijikan jika kau mati di sebelahku, itulah sebabnya aku meminjamkan ini untukmu!”

"Ah, um, te-terima kasih banyak. Ahaha, jadi, aku akan meminjamnya……"

Aku mengulurkan tangan mengambil syal yang disodorkan tapi gadis itu hanya memberi dengusan penghinaan, seolah mengatakan “Harusnya kau menerimanya dari awal”



…Pasti hanya sebuah ilusi, kan? Dia tampaknya telah muncul dari udara tipis secara tiba-tiba

Meskipun aku agak cemas, itu benar-benar terbaik untuk menerima kebaikan diam-diam dalam situasi ini. 

Aku dengan hati-hati, melihat sebuah tanda merek tak terduga pada syal tersebut. 

Aku ingat Ibu punya jam tangan dengan merek yang sama. Saat itu, tampaknya, harganya sangat luar biasa mahal, jadi Ibu selalu menempatkannya dengan aman di laci, dan jarang mengeluarkannya.

"Er~ Aku tak bisa meminjam sesuatu seperti ini…" Kataku dengan senyum muram, dan ekspresi perempuan itu berubah menjadi tidak puas.

"Aku hanya…"

"Tidak, tidak, aku sungguh berterima kasih!! Hanya saja, ini harganya sangat mahal, iya 'kan? Kau tidak boleh meminjamkannya pada orang lain semudah itu.."

Mendengarnya, perempuan itu menatap dengan kosong.

"Ini… mahal?"

"Huh, kau tak tahu? Um, yah… p-pokoknya! Aku baik-baik saja!"

Aku mengembalikan syal ini padanya, dan dia mengambilnya dariku dengan ekspresi tidak puas.

Setelah pertimbangan sesaat, dan lalu dia langsung, melingkarkan syal itu di leherku.

"K-kenapa!?"

"Pokoknya aku meminjamkan itu padamu. Aku sudah melihatmu sejak tadi, dan kau benar-benar terlihat kedinginan."

Dia anak yang keras kepala.

Aku tidak sangat bersedia menerima perlakuannya, tapi dia sudah melingkarkannya di sekitar leherku jadi mau bagaimana lagi.

Tubuhku mulai menghangat sedikit demi sedikit, mulai dari leher, yang merupakan alasan lain mengapa aku tidak ingin melepas dan mengembalikannya kembali.

"Ah~ Um, terima kasih… Ini sangat bagus, yah?"

Ini sangat hangat, mungkin karena ini adalah sebuah produk ternama.

Meskipun aku tidak benar-benar memahami nilai dari seperti ini, aku kira ini adalah sesuatu yang layak menghabiskan banyak uang untuk dibeli.

Saat aku tenggelam dalam perasaan hangat penuh kebahagiaan, aku tiba-tiba teringat tentang apa yang perempuan itu katakan. Beberapa waktu lalu ... Aku membuka mataku lebar dan menatapnya.

"Omong-omong, kau bilang sudah melihatku sejak tadi, tapi dari mana?"

"Huh? Apa maksudmu? Aku tepat di samping…"

Perempuan berambut pendek itu tampaknya menyadari sesuatu, dan mengeluarkan rintihan dengan sedih.

"Ah, apa aku mengatakan sesuatu yang tak semestinya…?" Aku bertanya dengan lembut, aku khawatir jika telah menyinggung sesuatu yang sensitif, tapi perempuan itu hanya menjawab "bukan begitu” dengan kaku.

"Orang-orang selalu berkata seperti itu padaku. ‘Sejak kapan kau ada di sini?’, seperti itu." Wajahnya terlihat sedih.

Oh, begitu. Apa yang aku pahami dari interaksi pendek ini, dia adalah seorang perempuan yang pendiam. Dan mungkin dia mudah diabaikan.

"Ahh, sekarang, juga tampak seperti kau muncul dari udara begitu saja! Aku begitu terkejut~ Aku hampir berpikir kau itu hantu!"

Aku sambil tertawa, melihat ke arahnya dengan maksud bercanda.

Namun, yang terjadi malah sebaliknya, dengan cepat wajahnya memerah, dan dia mengeluarkan rintihan sedih, air mata langsung mulai bergulir ke pipinya. 

Tentu saja, ini adalah pertama kalinya aku pernah membuat seorang perempuan menangis

"Aaaaaaaaaa!! Maafkan aku! Itu tak benar! Aku hanya berbohong tadi!! Aku tak berpikir seperti itu sama sekali!!"

Aku buru-buru mencoba untuk menarik kata-kataku, tapi sudah terlambat. 

Perempuan berambut pendek itu mulai menangis, dan sambil terisak sedih, dia melemparkan tuduhan yang mengajak berperang seperti "tidak bohong," "tidak akan memaafkanmu," "tidak akan pernah." 

Sialan. Aku melakukan sesuatu yang bodoh lagi. 

Suara Ibu tiba-tiba terdengar dari dalam pikiranku. Perempuan itu sangat lemah, kata Ibuku.

Jadi ini apa yang dimaksud dengan lemah?

"Um, er……"

Dan ini terjadi tepat di depan gedung yang aku harusnya panggil "rumah" dari sekarang. Aku gimana nih? 

Jika seseorang melihat ini, aku pasti akan dianggap anak bermasalah bahkan sebelum masuk ke fasilitasi ini.

Aku cepat-cepat memandang sekeliling untuk memeriksa bahwa tidak ada seorang pun di sekitar. Kanan, kiri ... saat aku menoleh kembali ke arah kanan, sesuatu yang mengejutkan terjadi. 

Perempuan yang menangis sangat lama di depan mataku dengan tiba-tiba menghilang.

"Eh!? Sejak… kapan…?"

Kejadian ini bahkan lebih mengejutkan dari saat ketika ia tiba-tiba muncul. 

Apakah itu karena ia telah memutuskan untuk lari dariku yang menjijikan, aku harusnya tetap bisa melihatnya berlari dari jarak ini.

Dan selain itu, sepatunya tidak terbuat dari spons. Bahkan jika dia lari, aku pasti bisa mendengar langkah kakinya. 

Tapi tak peduli di mana aku melirik, tidak ada sedikitpun tanda kehadirannya. 

Ini terlalu aneh. Perempuan itu telah menghilang dari pandanganku dengan kecepatan seperti dia "menghilang" adalah satu-satunya kata yang pas.

"M-mustahil 'kan…?"

Aku mengusap mataku tidak percaya.

"…Apa maksudmu dengan mustahil?"

Suara itu membuatku terkejut sekali lagi.

Pada saat itu aku sedang mengangkat mengusap mataku, perempuan itu muncul sekali lagi di tempat yang sama persis dia telah berdiri tadi.

Biasanya, aku akan berteriak karena terkejut. Satu-satunya alasan aku tidak melakukannya karena, ternyata, otakku tidak mampu dengan cepat bereaksi terhadap kejadian tiba-tiba ini.

Tapi kupikir bagus kalau aku tidak berteriak.

Jika aku malah berteriak lagi di depan perempuan yang masih menangis ini, aku mungkin akan mendapatkan tamparan tidak terlupakan.

Saat aku sedang memikirkannya, bagaimanapun, saat ini aku melihat suatu pemandangan yang lebih tidak bisa dipercaya, membuatku mengertakkan gigi dengan tajam. 

Kakinya ... tepatnya, dari kakinya, hingga lutut di bawah roknya, mulai berubah menjadi transparan. 

Aku tidak bisa lagi menahan diri dari menahan suara ketakutanku keluar dengan keras dan terkejut.

Sebelumnya aku hanya bercanda ketika mengatakan "hantu," tapi sekarang kata itu melayang kembali ke permukaan pikiranku.

... Tunggu sebentar. 

Jadi mungkinkah ... perempuan itu benar-benar hantu? Dan, melihat saat bagaimana aku hendak mati membeku, dia mendekatiku, dan berpikir kami sebagai teman?

Dan bahkan dalam situasi seperti ini, aku begitu santai bertanya tentang identitasnya. Tidak heran dia menjadi marah-

"Kau pikir kalau aku hantu, iya 'kan?"

Mendengar kata-kata perempuan itu, aku juga merasa seperti hampir menangis. 

Rasa dingin sudah menyebar sampai tulang belakangku, tapi aku masih harus mencoba yang terbaik untuk mempertahankan sisa-sisa harga diriku.

"A-ahaha! A-ayolah! K-K-Kubilang aku tidak pernah beripikir seperti itu! Maksudku, kita ini teman, benar??" 

Sudah kuduga, kata-kataku tidak masuk akal sama sekali. 

Kakiku masih gemetar tak terkendali. Mungkin karena sudah bisa mendeteksi rasa ketakutanku

"Teman.…?"

Perempuan itu terisak sekali lagi, menanyaiku.

"I-Itu benar! Bagaimana mengatakanya yah… kita ini sama, 'kan? Er~ Maksudku…"

Apa yang aku bicarakan? Sama? Kakiku masih melekat erat pada tubuhku, sementara lawan bicaraku mengambang di udara. Idiot macam apa aku ini? 

Tidak mengherankan, tatapannya tetap tajam padaku, jelas tidak terkesan dengan kebohonganku.

In buruk ... Pada saat ini, aku akan terbunuh oleh roh atau hantu atau apapun dia ini.

Aah, kalau aku tahu ini akan terjadi, aku akan meminta beberapa jimat yang aneh dari pengusir setan itu. 

Sejujurnya, apa yang akan hantu ini lakukan padaku lebih dari kematian

Di saat aku akan menangis karena rasa takut yang ekstrim, tiba-tiba aku punya sebuah ide.

"O-oh ya! Hei, aku akan menunjukkan padamu kekuatanku juga! And kemudian! Kita akan menjadi teman! Bagaimana?!"

Dengan berlinangkan air mata, aku memberikan permohonan putus asa ini, tapi perempuan itu hanya tampak sedikit terkejut saat ia bergumam, "Huh? Aku tidak mengerti... Apa yang kau bicarakan? "

Aku tahu bahwa jika mundur sekarang, aku akan berakhir; dan dengan demikian, aku memaksanya. "Ayolah, biar aku tunjukkan? Oke? Kau tidak akan menyesal! "Aku bertele-tele pada saat ini. 

Meskipun ekspresi perempuan itu masih penuh dengan kecurigaan, aku mempercayakan segalanya untuk "kekuatanku," menutup mata dan mulai berkonsentrasi. 

Suatu hari, karena aku baru saja tahu tentang kekuatan ini, dan juga karena aku tidak diketahui oleh bibi dan yang lainnya, aku telah mencoba untuk menggunakannya beberapa kali. 

Selama aku bisa membayangkan bentuk, bau dan suara dalam benakku, aku bisa berubah menjadi bentuk yang kubayangkan itu. Aku menyadarinya bersamaan dengan beberapa hal lainnya saat aku bereksperimen karena rasa penasaran.

Pertama, aku tidak bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak hidup. 

Aku telah berkonsentrasi dengan "berubah menjadi sebuah pesawat terbang," tapi cermin hanya mencerminkan poseku yang bodih, dengan tangan dan leherku yang terentang.

Terlebih lagi, aku bahkan tidak pernah melihat pesawat sebelumnya, jadi akan mengejutkan jika aku bisa berubah menjadi pesawat.

Dan selain itu, bahkan jika hal itu mungkin saja terjadi, apa yang aku coba pikirkan, berubah menjadi sebuah pesawat di dalam rumah? 

Jika aku malah merusak rumah, bagaimana aku akan menggantiya? Pikiran itu bahkan membuat diriku sendiri terkejut.

Setelah itu, praktik terus-menerusku menghasilkan satu kesimpulan: aku hanya bisa berubah menjadi sesuatu yang hidup, dengan bentuk yang jelas, dan aku pernah melihatnya secara langsung sebelumnya. 

Singkatnya, itu adalah kekuatan di mana aku dapat mengubah penampilan luarku dari mata semua orang lain, termasuk diriku sendiri. 

Meskipun aku mengatakan dengan mudah eksperimenku masih terbatas. Masih banyak hal yang belum kupahami, namun dalam situasi genting ini, aku hanya bisa mengandalkan kekuatan ini.

Aku perlu membayangkan seseorang yang mungkin anak ini inginkan ... 

...... Maaf untuk menggunakan wujudmu lagi, Perempuan saat di Taman. 

Aku membuka mataku dan melihat perempuan berambut pendek ini menatapku, tercengang, dengan mulut ternganga. 

Sepertinya aku melakukannya dengan baik. 

"B-bagaimana? Bukankah ini keren?" Aku bertanya dengan gugup. Perempuan itu tiba-tiba mulai gemetar. 

Aah, masih tidak bagus? Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jika jiwa ini ... 

Saat mantra mulai kulafakan dari mulutku karena rasa ketakutan, perempuan itu akhirnya berbicara.

"Sangat keren…!"

Matanya berbinar sama saat aku pertama kali aku bisa menggunakan kekuatan ini

"B-Benarkah!? Syukurlah…" Aku bernafas lega, mengabaikan mantra yang kulafalkan. 

Tampaknya dia sangat terkesan. Pada saat ini, aku mungkin tidak akan perlu khawatir tentang  akan dibunuh oleh hantu.

"B-bagaimana kau melakukan, ini…!"

"Er, apa harus kujelaskan… Kurasa… Aku bisa berubah menjadi wujud siapapun sesukaku, atau semacamnya?"

Saat aku berbicara, perempuan itu bersuara dengan takjub "oooh ...!" 

Ya, ini berjalan dengan baik. Penjagaan anak ini tiba-tiba longgar. Jika aku terus menghiburnya, dia mungkin akan membiarkan aku pergi.

"Perlihatkan aku yang lain."

"……Eh?"

Dia pasti sangat terkesan dengan kekuatanku. Perempuan itu bahkan tidak berkedip saat ia menatapku untuk mengantisipasi perubahan berikutnya

"Ah, oke! Berikutnya aku akan berubah menjadi! Er….. berubah jadi siapa ya?"

Meskipun aku mengatakan ini, sebenarnya, satu-satunya orang lain yang aku bisa berubah adalah menjadi ibu.

Maaf, Bu, aku takut dibunuh oleh hantu ini. Sekali lagi ...!

"Baiklah, aku akan berubah."

"M-mmhm."

Aku menutup mataku, membayangkan wujud Ibu, aromanya, suaranya…

Dibadingkan dengan Perempuan saat di Taman, Ibu lebih mudah untuk diingat, meskipun aku merasa sedih saat memikirkan tentangnya.

"…Bagaimana dengan ini?"

Aku membuka mataku, dan melihat perempuan itu sangat bahagia berkata “oooh~!”

Mungkin karena takjub, dia bahkan mulai bertepuk tangan perlahan-lahan padaku.

"Ahaha, ah, makasih~ makasih~…"

Aku memiringkan kepalaku, sedikit merasa malu. 

Nah, sepertinya anak ini di luar dugaan cukup ceria. Paling tidak, ekspresi gelapnya sebelumnya telah menghilang. 

Rasanya seperti hantu datang dalam bentuk yang berbeda. 

Kalau dia seperti ini, mungkin aku benar-benar bisa berteman dengannya.

"Huh?"

Aku tiba-tiba melihat ke arah kakinya, yang telah muncul kembali.

"Hmm, apa? Ada apa dengan kakiku?"

Perempuan itu memiringkan kepalanya, pandangan bertanya terlihat dari wajahnya.

"Er… tidak, bukan apa-apa."

"Huh~ Hmm, dasar aneh."

Ekspresinya terlihat seperti mengatakan “oh yah,” dan dia tidak meneruskan topik lebih lanjut.

Aku ingin berkomentar seperti, “Jika kau berbicara tentang ‘aneh’, bukankah seperti kitau?” Tapi, aku tidak ingin mengambil risiko menyakiti ”hati lemah” dari anak perempuan itu lagi.

"Jadi, baiklah." Kata perempuan itu, menjulurkan tangan.

"Ya?"

"Bukan ‘ya?’, ayo… berteman! Karena kita teman, jadi kita harus berjabat tangan." Dia menjulurkan tangannya lebih maju.

Kurasa begitu ... aku lupa saat dalam keputusasaanku, kalau aku berkata hal seperti itu

"Ah, ya, kau benar. Er…"

Aku hanya harus menggengam tangannya, tapi aku ragu-ragu, dan menatapnya, perempuan itu sendiri meraih tanganku, dan memaksa berjabat tangan.

"Oke, sekarang kita teman."

Saat ia berbicara, ia kemudian tersenyum. Sebagaimana aku, aku malah bingung dan aku merasa seperti api akan meletus dari wajahku. 

Itu benar. Ini adalah persahabatan pertama yang pernah kumiliki. 

Akhirnya aku punya teman juga. Seorang teman yang aku ingin bisa bermain bersama dengannya, aku selalu merindukan hal semacam ini di taman.

"Y-ya!"

Aku berbalik ke arahnya, dan tersenyum juga. Ini adalah saat di mana perempuan “hantu” berambut pendek menjadi “Teman #1” ku.

"Oh ya, siapa namamu?"

Perempuan itu bertanya kepadaku, dan aku kemudian tersadar kembali.

Ak kira itu tidak benar-benar diaggap sebagai pertemanan jika kita bahkan tidak tahu nama masing-masing

"Dan juga, kapan kau akan melepaskan tanganku?" Dia bertanya malas setelahnya.

Sangat malu, aku melepaskan tanganku dengan cepat, menutupnya itu dengan bertingkah riang “A-ahaha, nama, nama ya~”

"A-Aku Suuya Kano. Kano Shuuya."

Mendengar nama saya, perempuan itu memberi “hmm…” lembut sambil menunduk.

"L-Lalu bagaimana denganmu?"

Sekarang waktunya untuk dia menjawab.

"Aku Kido—"

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!"

Saat perempuan itu hendak menjawab, teriakan agak familiar terdengar dari arah pintu depan fasilitas. Aku berbalik, dan seperti yang diharapkan, Bibi berdiri di sana, dengan ekspresi kaget seperti sebelumnya.

Ah .... Aku lupa untuk kembali.

"M-Mengapa mengikutiku sampai sejauh ini!? K-Kau sudah mati 'kan? Bukankah Kau!? Aaaah…"

Bibi mengeluarkan serangkaian pertanyaan melengking sebelum kakinya melemah, dan dia pingsan ke tanah. 

Dari dalam gedung, ada suara "ada apa?" Dan "seseorang berteriak!" 

Oh tidak. Ini buruk. Tidak bagus sama sekali.

"Hei, siapa dia?"

Aku mengabaikan pertanyaan perempuant itu, alih-alih berusaha sebaik mungkin untuk memikirkan cara keluar dari situasi ini karena sudah mulai keringat dingin. 

Dan kemudian, aku terpikirkan sesuatu. Yang tercepat, tapi cara paling kerjam. Ini adalah satu-satunya kemungkinan.

"B-Bisakah kau memukulku, dengan keras!?"

Aku memegang bahu perempuan itu, dan memaksakan sebuah senyuman.

"……Huh?"

Ekspresinya langsung berubah menjadi datar lagi, memberikan tatapan dingin ke arahku. 

Meskipun, segalanya sudah baik-baik saja pada saat ini. Selama aku bisa kembali ke tubuhku sendiri ... 

Dalam gedung, sekarang ada teriakan "seseorang pingsan!" Suara langkah kaki menjadi lebih dekat dan cepat.

"Hei!? Ayolah!? Jangan khawatir soal kerasnya, oke!? Cukup pukul aku! Ayoooo!!"

Penampilan perempuan itu menjadi kaku, tanpa ada bekas senyuman sama sekali seperti tadi.

Karena aku terus mengguncang bahunya, kemudian ekspresinya tiba-tiba berubah. 

Selanjutnya, ia berbalik menatapku, tatapan penuh dengan niat membunuh. 

Aah. Selamat tinggal, teman pertamaku. Walau hanya dalam waktu singkat, tapi sudah menjadi kenangan indah. 

Dengan keras, bunyi tamparan nyaring bergema di seisi fasilitas. 

Dan dengan demikian itu adalah pukulan yang aku terima pertama kali, dan tidak terlupakan (dan tentu bukan yang terakhir) dari gadis yang disebut sebagai "Kido."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar